Solu Khumbu, Nepal; Mengenal Lebih dekat Para Sherpa

Di kaki gunung tertinggi di dunia hidup orang Sherpa. Mereka terkenal karena keberhasilannya membantu pendakian gunung Everest (8.848 meter). Tanpa mereka sangat sulit membayangkan kawasan Everest bisa berkembang jadi daerah wisata alam yang menarik ribuan wisatawan dan ratusan pendaki gunung Everest setiap tahunnya. Orang Sherpa ini tinggal di daerah yang disebut Solu Khumbu.

Apa, demikian nama pendaki kawakan itu, berbadan kurus dan dengan wajah tertawa menunjukkan tipikal orang Sherpa. Ia berasal dari dusun Thame di daerah Solu Khumbu. Kampungnya di ketinggian 3.800 meter merupakan pemukiman tertinggi di Solu Khumbu. Selain Apa dari kampung ini lahir warga Sherpa yang terkenal di dunia seperti Tenzing Norgay, dan Ang Rita.

Tenzing Norgay adalah salah satu dari dua orang pertama yang mencapai puncak Everest. Ang Rita Sherpa yang menjadi orang pertama mendaki Everest sepuluh kali. Apa yang oleh orang-orang di Solu Khumbu dipanggil Apa Sherpa, telah mendaki melampaui rekor Ang Rita yakni mendaki Everest sebanyak sebelas kali.

Tenzing Norgay, Ang Rita Sherpa dan Apa Sherpa boleh dikata telah menyandang julukan kolonial Inggris yang pernah malang melintang di anak benua India sebagai Snow Tigers.

Harimau Salju, ini karena kemampuan legendaris mereka untuk bergiat di gunung tertinggi bumi. Ketika orang-orang Inggris bercita-cita menjadi bangsa pertama sampai di puncak tertinggi dunia mereka mengajak suku Sherpa di sebelah selatan Everest. Ternyata orang Sherpa memang andalan.

Pada abad ke-16 orang Sherpa pindah dari Kham. Tidak jelas kenapa mereka pindah. Hanya saja ada legenda yang menceritakan Guru Rimpoche tokoh yang membawa agama Budha ke Tibet mengatakan bahwa saat kesulitan menimpa di Tibet, orang Kham harus pindah ke selatan ke sebuah gunung besar yang penuh salju. Gunung besar itu disebut ”Dewi Tempatnya Salju” atau dalam bahasa Tibet Chomolungma. Sekarang umumnya orang-orang menyebut gunung itu dengan nama Everest, gunung tertinggi di bumi.

Sulitnya hidup di kawasan gersang menjadikan Nepal di sebelah selatan Chomolungma menarik. Walau tinggal di lereng Chomolungma di selatan, hanya perlu jalan kaki turun lembah sungai yang airnya putih seperti susu untuk mendapatkan tanah subur yang penuh kehijauan.

Sungai berair susu itu pun diberi nama sama Dudh Kosi, atau sungai susu. Warna putih ini berasal dari silt hasil erosi dari gletser atau sungai es yang menjadi sumber air sungai-sungai. Di lerengnya pohon-pohon Rododendron dengan kembang merah menyala tumbuh. Kembang yang ceria di antara lereng terjal membuat tanaman ini menjadi lambang negara Nepal.

Di lembah sungai ini orang-orang Sherpa tinggal. Mereka membangun desa-desa dan ladang-ladang gandum serta kentang. Rumah-rumah yang dibangun dari tumpukan batu-batu gunung. Lereng dicangkul hingga membentuk teras-teras untuk ladang. Usaha seadanya untuk menahan erosi tanah pada lapisan kesuburan yang sangat tipis. Hasil panen pertanian ini tidak pernah cukup untuk stok makanan mereka dalam setahun. Maklumlah kawasan Solu Khumbu dipengaruhi oleh dua kelompok musim. Pertama musim angin barat yang membawa hujan dan kering. Kedua empat musim: panas, gugur, dingin dan semi.

Mereka pun mengusahakan kegiatan lain yakni berternak. Lapangan rumput yang di Eropa disebut Alp di Solu Khumbu pun digunakan untuk menggembala ternak. Ternak orang Sherpa ini tentunya berbeda dengan yang di Eropa. Ternak khas daerah Himalaya adalah sejenis sapi yang disebut Yak. Hewan ini berbulu lebat dan sanggup membawa beban sampai ke sungai-sungai es di mulut gunung salju.

Petani dan pedagang adalah profesi orang Sherpa selama lima abad mereka tinggal di Solu Khumbu. Kurun waktu setengah milenium yang tidak membawa orang Sherpa dalam kemajuan materi. Mereka matang dalam religi dengan tumbuhnya biara-biara dan kuil. Kuil pusatnya terdapat di Tengboche, sebuah bukit di tengah lembah aliran Dudh Kosi. Kuil ini sekarang menjadi atraksi wisata di Solu Khumbu.

Berkunjung ke Tengboche ini merupakan sasaran yang teraman di Solu Khumbu. Menuju ke sini berarti hanya sampai pada ketinggian 3.700 meter. Tidak ada bahaya penyakit ketinggian bagi umumnya wisatawan. Dari lokasi ini puncak Everest bisa diintip di kejauhan.

Setiap hari para biksu melakukan puja, dan atraksi ini bisa untuk menggambarkan tingkat religiositas masyarakat Sherpa. Dalam keluarga Sherpa anak pria tertua selalu diharapkan menjadi seorang pendeta Budha.Demikianlah dalam keluarga Apa Sherpa. Walau ia terkenal di dunia pendakian, dan ini adalah dunia yang penting di Nepal, tetapi kakaknya sebagai pendeta lebih dihormati. Apa Sherpa harus menyisihkan waktu untuk menyambut kakaknya setiap kali ia pulang ke desa mereka di Thame.

Sebagaimana setiap budaya di mana pun dipermukaan bumi, masyarakat Sherpa mengalami transformasi sosial. Sekarang ini pada warga Sherpa di desa-desa di Solu Khumbu bisa dijumpai tiga generasi dengan profesi berbeda. Transformasi sosial Sherpa diawali dari masa penjelajahan pegunungan Himalaya oleh orang-orang Eropa. Tenaga para Sherpa dijadikan kuli untuk mengangkut barang ke lereng-lereng gunung. Kebiasaan mereka untuk bertani dan berdagang membuat orang Sherpa terbiasa mengangkut beban berat.

Bagi mereka jalan di ketinggian 4.000 meter dan menggotong 25 sampai 35 kilogram beban berat merupakan pekerjaan yang sudah biasa. Beberapa di antara mereka ikut mendaki ke kawasan salju. Ternyata mereka mudah mengadaptasi teknik-teknik mendaki gunung. Tentunya karena mereka dalam kondisi fit hingga memudahkan untuk bertindak cepat di ketinggian Kelebihan ini menjadikan beberapa orang Sherpa luar biasa di gunung. Mereka pun sudah memiliki budaya ramah tamah dan suka melayani orang lain.

sumber : perempuan.com

Comments