G. Sinai, Mesir; Keindahan Yang Tak Tertandingi

Melelahkan. Benar-benar perjalanan yang butuh stamina. Coba Anda bayangkan, duduk diam di dalam bus ber-AC tapi tak terasa dingin dan sepanjang perjalanan panorama yang terpampang hanya padang gurun gersang. Tidak ada pemandangan indah. Hanya ada hamparan pasir dan gunung batu yang kokoh, kering, tanpa tanaman hijau. Sesekali di pinggiran jalan terlihat pepohonan kurma kering dan pohon palma berdebu dari oasis yang sudah kering. Apalagi bus berjalan seperti siput yang terseok-seok di celah-celah pegunungan batu dan padang pasir.

Tidak ada kehidupan di Sinai. Yang membuatnya terkenal adalah sisi religiusitas gunung ini. Ribuan tahun lalu, saat bani Israel eksodus dari Mesir menuju Kanaan, mereka singgah di gunung ini. Tepat di bawah kaki gunung mereka berkemah. Kemudian ke atas puncak gunung inilah Musa mendaki dan bertemu dengan Tuhan, yang kemudian turun membawa dua loh batu berisi 10 Hukum Allah yang terkenal itu.

Satu hal menarik dalam perjalanan menuju Sinai adalah kehadiran seorang pengawal bersenjata lengkap tetapi memakai jas resmi yang terus mengikuti perjalanan bus dari Mesir ke Sinai hingga ke border lalu kembali lagi menuju Mesir. Mereka diperintahkan untuk menjaga rute dan keamanan wisatawan hingga ke tujuannya. Keberadaan pengawal itu juga semacam pass untuk melewati penjagaan militer yang sangat ketat di sepanjang Trans-Mesir.

Kawasan Terusan Suez yang terkenal itu, sekaligus membagi dua wilayah Mesir, yakni wilayah Afrika dan Asia. Terusan itu mulai di¬operasikan tahun 1870 sebagai hasil rancangan seorang insinyur Perancis bernama Ferdinand de Lesseps, yang menghubungkan Laut Tengah dengan Laut Merah sepanjang 163 kilometer.

Saat melewati terusan Suez, kita tidak bisa menyaksikan kapal-kapal yang melewati daerah itu karena bus langsung turun ke dalam tanah melewati sebuah terowongan di bawah terusan. Di sana sudah tersedia jalur lintasan bus sepanjang 1 kilometer dengan lebar sekitar 4 badan bus, yang memungkinkan kita 'menyeberangi' Suez menuju daerah Mesir di wilayah Asia.

Saat berada di dalam terowongan, udara langsung berubah drastis. Suasana sejuk langsung terasa. Terowongan yang ada di bawah Suez memang dirancang sedemikian rupa sehingga tahan goncangan, tekanan tinggi, dan ledakan. Dengan penataan lampu yang sangat baik, siapa pun tidak merasa bahwa sebetulnya bus sedang melaju di bawah permukaan laut, yang di atasnya sedang dilayari kapal-kapal barang raksasa dan tanker berbobot besar.

Hari sudah menjelang sore ketika bus akhir¬nya tiba di kaki Gunung Sinai. Dari kejauhan gu¬nung itu begitu indah diterpa cahaya matahari so¬re yang kemerahan. Batu granit besar yang juga berwarna merah tersebut seolah hidup dan me¬nan¬tang untuk didaki. Ini tempat terpencil. Banyak orang berpikir akan menemukan penginapan yang seadanya, minim fasilitas dan serbaterbatas.

Tetapi pikiran seperti itu akan segera hilang saat tiba dilokasi. Sebagai se¬buah kawasan wisata yang sangat jauh letak¬nya di tengah padang gurun, hotel-hotel tempat penampungan wisatawan justru sangat khas dan indah. Ada kawasan hotel yang seperti hotel berbintang di kota besar atau penginapan berupa pavilion yang sangat cantik
Pendakian Sinai bukanlah pendakian biasa. Gunung ini adalah gunung granit yang memiliki beberapa puncak. Jalan menuju puncak bukanlah jalan yang lazimnya kita jumpai di dalam pendakian gunung di Indonesia, langsung lurus ke atas. Saking tinggi dan besarnya, jalan menuju puncak tidak bisa lurus melainkan berbelok-belok. Inilah yang membuat pendakian terasa lama.

Saat itu sekitar pukul 01.00. Pintu masuk kawasan pendakian Sinai di jaga oleh polisi pariwisata Mesir bersenjata lengkap. Mereka ramah-ramah dan kami dipersilakan melewati metal detector yang dipasang dekat pos penjagaan sambil menunggu pemeriksaan tas. Untuk menghemat tenaga, saya memilih naik unta. Lagipula ini pengalaman pertama naik gunung menggunakan unta.

Pemandu dari Suku Beduin yang ikut mengawal perjalanan memberitahu bahwa kalau mau jalan kaki, melalui rute tradisional yang pernah dilalui Nabi Musa (dinamakan Sikket Saydna Musa atau The path of Moses) untuk sampai ke atas puncak Sinai yang oleh masyarakat Islam Beduin dikenal dengan nama Jabal Musa (Gunung Musa) diperlukan pendakian setara dengan 3.700 anak tangga.

Jika kita merasa sanggup, boleh saja anda mempergunakan dua kaki kita untuk mendaki gunung ini, tetapi jika tidak, kita bisa mempergunakan unta untuk mendakiny. Kita harus berhati-hati dengan para Beduin yang menawarkan unta. Mereka umumnya ramah tetapi mata duit¬an. Dengan keramahan khas Timur Tengah kita bisa saja menerima tawaran mereka untuk naik unta gratis sampai ke puncak, tetapi ketika turun dari unta, ya harus membayar. Saat itulah mereka siap 'menembak' dompet Anda. Jadi lebih baik melakukan kesepakatan dari awal. Rata-rata biaya sekali naik untuk seekor unta dewasa adalah 25 dolar AS.

Anda tak perlu kaget saat unta yang anda tumpangi berjalan tanpa panduan Unta ini tahu jalannya sendiri menuju puncak. Belakangan Mahmoud sang beduin menjelaskan bahwa unta-unta tersebut memang terlatih untuk naik ke puncak Sinai tanpa harus dituntun lagi. Mereka sudah melalui rute tersebut ratusan kali sejak unta itu masih kecil.

Dua jam jam berikutnya, kita sampai di puncak yang di sebut dengan Mount Horeb, tempat Musa dulu pernah berada. Untuk menandai tempat suci tersebut, di sana ada dua rumah ibadah: satu masjid kecil dan satu kapel yang dibangun oleh kelompok Fransiskan tahun 1933.

Ya, sungguh memesona menyaksikan matahari terbit di atas Pegunungan Sinai di puncak Horeb. Cahaya matahari menghasilkan siluet dari batu-batu granit besar yang terpahat oleh alam ribuan tahun, dengan kombinasi refleksi dari tiap-tiap batuan besar itu, dan kabut yang perlahan-lahan terangkat ke atas, terpampang sebuah kebesaran alam sebagai karya cipta Ilahi yang tidak tertandingi oleh seniman mana pun.

sumber : www.perempuan.com

Comments