Jumlah hutan mangrove (bakau) di dunia tinggal sedikit. Burung-burung migran mulai kebingungan mencari tempat singgah yang kaya akan bahan makanan. Sampai akhirnya burung-burung itu menemukan salah satu kawasan hutan mangrove terluas di dunia. Beruntungnya, hutan itu terletak di pesisir timur Sumatera Selatan, Indonesia.
Taman Nasional Sembilang namanya. Pohon-pohon bakau yang ada di sini menampung lumpur yang kaya akan makanan burung. Tak heran taman ini merupakan perwakilan hutan rawa gambut, hutan rawa air tawar, dan hutan riparian (tepi sungai) di Provinsi Sumatera Selatan.
Ribuan bahkan puluhan ribu burung migran asal Siberia, Semenanjung Korea, dan Jepang dapat disaksikan di Sembilang yang mencapai puncaknya pada bulan Oktober. Hal ini merupakan atraksi burung migran yang menarik untuk diamati karena dapat mendengar secara langsung suara gemuruh burung-burung tersebut terbang bersamaan dan menutupi suara debur ombak Selat Bangka.
Sayangnya, saat Kompas.com ke sana hanya menemukan burung-burung lokal, seperti blekok asia (Limnodromus semipalmatus), trinil tutul (Pseudototanus guttifer), undan putih (Pelecanus onocrotalus), bluwok putih (Mycteria cinerea), bangau tongtong (Leptoptilos javanicus), dan dara laut sayap putih (Chlidonias leucoptera).
Tempat ini juga merupakan habitat harimau sumatera (Panthera tigris sumatrae), gajah sumatera (Elephas maximus sumatranus), tapir (Tapirus indicus), siamang (Hylobates syndactylus syndactylus), kucing mas (Catopuma temminckii temminckii), rusa sambar (Cervus unicolor equinus), buaya (Crocodylus porosus), biawak (Varanus salvator), ikan sembilang (Plotusus canius), labi-labi besar (Chitra indica), lumba-lumba air tawar (Orcaella brevirostris), dan berbagai jenis burung.
Sembilang merupakan ramuan obat untuk mereka yang haus akan rekreasi alam yang berbau petualangan. Sebab, tempat ini tidak hanya mempermainkan adrenalin, tapi juga otak dan keingintahuan.
Pemandangan sepanjang sungai dan pesisir pantai sangat menyegarkan mata. Deretan vegetasi nipah, api-api, dan nibung, menjadi tempat bersarang kera ekor panjang. Satu pohon bisa dihuni oleh puluhan kera. Burung-burung beterbangan di langit. Sebagian terbang merendah ke arah lumpur dan sungai. Dalam sekejap, mereka membius Kompas.com dengan atraksi menangkap ikan.
Belasan elang laut, raja pemangsa perairan, terlihat melayang-layang mengintai mangsa. Kehadiran elang-elang berbulu coklat dan kepala putih itu semakin menguatkan aroma kehidupan liar di kawasan Taman Nasional Sembilang.
Kawasan ini mampu mengingatkan tentang pentingnya konservasi kawasan ekosistem pesisir, dengan menunjukkan contoh langsung peranan hutan mangrove dalam menyangga kehidupan perairan, termasuk memberi tempat berlindung untuk para burung migran.
Namun sayang, pembangunan Pelabuhan Tanjung Api-Api tetap diteruskan. Pembangunan ini dikhawatirkan akan mengganggu ekosistem alami di Sembilang, meski lokasi ini hanya memakan sebagian kecil wilayah taman nasional.
Pertama, kapal-kapal ditakutkan akan melewati titik-titik singgah burung migran. Kedua, Hutan Mangrove akan rusak karena perekonomian sekitar pelabuhan akan hidup. Padahal, tanaman bakau sangat sensitif dengan perubahan ekosistem.
Ekosistem yang berubah akan membuat burung migran tak mau singgah. Pohon bakau yang rusak, tidak mampu menahan lumpur dan burung-burung dan hewan lain akan kehilangan makanannya. Itu berarti, akan ada banyak burung migran yang mati karena tidak bisa beristirahat dan memperoleh makanan.
Oleh karena itu, konsep Pelabuhan Tanjung Api-Api harus direncanakan dengan matang. Mulai dari jalurnya hingga pengembangan kawasan perekonomiannya.
Penulis : Rita Ayuningtyas
Sumber : Kompas/liburan.info
Taman Nasional Sembilang namanya. Pohon-pohon bakau yang ada di sini menampung lumpur yang kaya akan makanan burung. Tak heran taman ini merupakan perwakilan hutan rawa gambut, hutan rawa air tawar, dan hutan riparian (tepi sungai) di Provinsi Sumatera Selatan.
Ribuan bahkan puluhan ribu burung migran asal Siberia, Semenanjung Korea, dan Jepang dapat disaksikan di Sembilang yang mencapai puncaknya pada bulan Oktober. Hal ini merupakan atraksi burung migran yang menarik untuk diamati karena dapat mendengar secara langsung suara gemuruh burung-burung tersebut terbang bersamaan dan menutupi suara debur ombak Selat Bangka.
Sayangnya, saat Kompas.com ke sana hanya menemukan burung-burung lokal, seperti blekok asia (Limnodromus semipalmatus), trinil tutul (Pseudototanus guttifer), undan putih (Pelecanus onocrotalus), bluwok putih (Mycteria cinerea), bangau tongtong (Leptoptilos javanicus), dan dara laut sayap putih (Chlidonias leucoptera).
Tempat ini juga merupakan habitat harimau sumatera (Panthera tigris sumatrae), gajah sumatera (Elephas maximus sumatranus), tapir (Tapirus indicus), siamang (Hylobates syndactylus syndactylus), kucing mas (Catopuma temminckii temminckii), rusa sambar (Cervus unicolor equinus), buaya (Crocodylus porosus), biawak (Varanus salvator), ikan sembilang (Plotusus canius), labi-labi besar (Chitra indica), lumba-lumba air tawar (Orcaella brevirostris), dan berbagai jenis burung.
Sembilang merupakan ramuan obat untuk mereka yang haus akan rekreasi alam yang berbau petualangan. Sebab, tempat ini tidak hanya mempermainkan adrenalin, tapi juga otak dan keingintahuan.
Pemandangan sepanjang sungai dan pesisir pantai sangat menyegarkan mata. Deretan vegetasi nipah, api-api, dan nibung, menjadi tempat bersarang kera ekor panjang. Satu pohon bisa dihuni oleh puluhan kera. Burung-burung beterbangan di langit. Sebagian terbang merendah ke arah lumpur dan sungai. Dalam sekejap, mereka membius Kompas.com dengan atraksi menangkap ikan.
Belasan elang laut, raja pemangsa perairan, terlihat melayang-layang mengintai mangsa. Kehadiran elang-elang berbulu coklat dan kepala putih itu semakin menguatkan aroma kehidupan liar di kawasan Taman Nasional Sembilang.
Kawasan ini mampu mengingatkan tentang pentingnya konservasi kawasan ekosistem pesisir, dengan menunjukkan contoh langsung peranan hutan mangrove dalam menyangga kehidupan perairan, termasuk memberi tempat berlindung untuk para burung migran.
Namun sayang, pembangunan Pelabuhan Tanjung Api-Api tetap diteruskan. Pembangunan ini dikhawatirkan akan mengganggu ekosistem alami di Sembilang, meski lokasi ini hanya memakan sebagian kecil wilayah taman nasional.
Pertama, kapal-kapal ditakutkan akan melewati titik-titik singgah burung migran. Kedua, Hutan Mangrove akan rusak karena perekonomian sekitar pelabuhan akan hidup. Padahal, tanaman bakau sangat sensitif dengan perubahan ekosistem.
Ekosistem yang berubah akan membuat burung migran tak mau singgah. Pohon bakau yang rusak, tidak mampu menahan lumpur dan burung-burung dan hewan lain akan kehilangan makanannya. Itu berarti, akan ada banyak burung migran yang mati karena tidak bisa beristirahat dan memperoleh makanan.
Oleh karena itu, konsep Pelabuhan Tanjung Api-Api harus direncanakan dengan matang. Mulai dari jalurnya hingga pengembangan kawasan perekonomiannya.
Penulis : Rita Ayuningtyas
Sumber : Kompas/liburan.info
Comments