Menanti Fajar di Papandayan

Jarum jam menunjukkan pukul 01.00 ketika rombongan Garut Fam Trip yang terdiri dari perwakilan biro perjalanan wisata dari Bandung dan Jakarta dan sejumlah wartawan dibangunkan oleh panitia. Berat rasanya membuka mata dan memaksakan kaki untuk melangkah ketika orang lain sedang nikmat-niktmatnya tidur.

Garut Fam Trip adalah sebuah kegiatan tur keliling yang diprakarsai oleh beberapa pengelola hotel dan restoran di Garut beberapa waktu lalu. Tujuannya adalah mengenalkan lebih dekat obyek-obyek wisata yang potensial di daerah kaya panas bumi itu sehingga agen perjalan wisata bisa mempromosikannya kepada wisatawan asing.

Satu kegiatan yang paling dinanti oleh semua peserta adalah menanti terbitnya sang fajar di puncak Gunung Papandayan. Untuk itu, kami harus berjuang melawan kantuk untuk bangun dan bergegas berangkat menuju gunung yang berada di Kecamatan Cisurupan itu.

Ya, menanti matahari terbit dari puncak Gunung Papandayan. Motivasi itulah yang menjadi pendorong para peserta Garut Fam Trip tetap berangkat. Ada sekitar lima kendaraan termasuk dua bus yang mengangkut para peserta.

Menurut Ketua Panitia Garut Fam Trip Goya A Mahmud, seperti halnya di Gunung Bromo, menanti matahari terbit di Gunung Papandayan juga potensial untuk dikemas dalam paket perjalan wisata. Diharapkan, ini menjadi ikon baru wisata Garut.

Perjalanan menuju Papandayan dini hari itu berjalan lancar karena memang pada jam segitu jalan raya sangat sepi. Pukul 02.30 rombongan tiba di tempat parkir obyek wisata Gunung Papandayan. Begitu keluar dari mobil hawa dingin menusuk tulang pun langsung terasa. Para peserta harus mengenakan jaket, sarung tangan, penutup kepala, dan sepatu untuk mengurangi rasa dingin.

Setelah berdoa bersama kami pun melangkahkan kaki menuju lokasi yang dituju. Berbekal lampu senter kami berjalan beriringan satu-satu. Dari kejauhan, peserta rombongan yang membawa lampu senter bagaikan kunang-kunang yang berjalan beriringan di gelapnya malam.

Di 10 menit pertama perjalanan belum berat. Semakin tinggi kita mendaki semakin berat kaki untuk melangkah. Jantung berdetak kencang dan keringat mulai bercucuran. Beberapa di antara kami harus berh enti sejenak mengumpulkan tenaga untuk melan jutkan perjalan.

Di ketinggian tertentu rombongan melewati kawah yang mengepulkan asap dan mengeluarkan suara mendesis. Bau belerang pun menyengat hidung.

Tidak terasa 45 menit telah berlalu ketika kami sampai di lokasi yang dituju. Lega rasanya rasa letih ini harus berakhir, setidaknya untuk beberapa saat. Sebabnya, kami masih harus mengeluarkan tenaga dalam perjalan pulang menuruni gunung.

Dua buah meja yang di atasnya ada dua termos air panas, gelas, kopi, susu, teh, dan gula sudah men anti kami di puncak Papandayan. Semua peserta membuat minumannya sendiri sesuai selera untuk menghangatkan badan.

Terlalu cepat kami sampai di puncak sehingga masih banyak waktu sampai matahari terbit. Sambil menunggu waktu sunrise yang pas peserta b erlindung di balik perdu untuk menghindari hembusan angin yang sangat dingin. Ada juga yang membuat api unggun. Sementara panitia sibuk memasak makanan untuk sarapan.

Semburat sinar matahari mulai terlihat. Semua peserta tur pun langsung berkumpul menghadap ke timur menanti sang surya terbit. Di kejauhan terlihat Gunung Cikuray.

Sayangnya, saat itu cuaca tidak bersahabat sehingga keindahan sinar matahari di pagi hari tidak terlihat sempurna. Bentuk matahari yang bulat yang kami nanti-nanti pun tidak nampak. Sang surya tetap tertutup awan. Hanya cahayanya saja yang perlahan menyinari bumi.

Peserta sedikit kecewa. Untuk mengobati kekecewaan kami pun berfoto bersama memanfaatkan latar keindahan Gunung Cikuray yang menyembul dari balik kabut di pagi hari.

Puas berfoto, nasi goreng sudah menanti. Kami pun sarapan nasi goreng yang cepat sekali dingin karena udara. Usai sarapan, rombongan peserta bergegas menuruni gunung menuju kendaraan. Kami pun mluncur pulang.

Ternyata sensasi wisata yang disajikan panitia kepada peserta tidak cukup sampai di situ. Ada kegiatan lain yang tak kalah menantang dari menanti fajar di puncak gunung. Di tengah perjalanan pulang tepatnya di Kecamatan Bayongbong kendaraan berhenti. Semua peserta berganti pakaian dan meninggalkan semua barang berharga di kendaraan.

Peserta pun kemudian menuju Sungai Cimanuk. Perahu karet sudah menanti di sana. Saatnya peserta mengarungi jeram Sungai Cimanuk sepanjang lebih kurang 8 kilometer menuju pusat kota Garut. Pengarungan ini membutuhkan waktu sekitar 2,5 jam.

Tidak ada ruginya mencoba tur seperti itu. Menanti fajar terbit di puncak gunung, pulang sambil mengarungi jeram, dan diakhiri berendam air hangat di Cipanas Garut. Makanya, ayo berwisata ke Garut....

Penulis : Adithya Ramadhan
Sumber : KOMPAS kompas.co.id

Comments