Menuju barat dari Jalan Yogya - Wonosari, akan cukup sulit mengaksesnya tanpa membawa kendaraan pribadi. Kita juga tidak langsung berhenti tepat di dekat air terjun, karena masih ada perjalanan setapak sepanjang hampir satu kilometer. Namun, perjalanan dalam lingkungan desa memang selalu memberi kenyamanan dan perasaan tenang. Kesenyapan di dalamnya menjadi harmonis tatkala terdengar para petani yang tengah menggarap sawah- sawah yang berlimpah air dan sebagian lagi sedang dipanen karena telah menguning hamparan padinya.
Desa ini menjadi berbeda dari kawasan karst lainnya di Gunung Kidul, di mana kekeringan begitu menyiksa masyarakat di sekitarnya. Masyarakat di sana tak pernah kekurangan air. Mereka bahkan tak perlu menggali sumur untuk memenuhi kebutuhan air sehari-hari karena terdapat banyak mata air di sekitarnya. Sejumlah di antaranya adalah yang mengalir menuju Sungai Oyo, melalui celah-celah tebing perbukitan.
Tempat wisata ini tak luput dari kisah-kisah mistik. Dinamai Air Terjun Sri Getuk atau Sri Ketuk karena menurut kepercayaan masyarakat setempat pada masa lalu, sering terdengar suara gamelan, yang diyakini milik raja jin Slempret yang bernama Angga Mendura. Meski jin, dirinya menyukai kesenian, sehingga sampai sekarang terkadang terdengar gamelan berbunyi.
Air Terjun Sri Getuk dikelilingi dua sungai, Oyo serta Ngumbul yang memiliki tiga mata air, Dung Poh, Ngandong, dan Ngumbul. Masyarakat juga percaya bahwa air terjun tersebut dulunya adalah pasar jin. Bahkan, ketika hari pasaran jin tiba, sering ditemukan banyak sampah di sekitarnya.
Meski begitu, di masa sekarang ini kepercayaan tersebut tak lagi dipegang. Koordinator pengelolaan wisata setempat, Abdul Hakim, mengemukakan air terjun yang bercabang pada dua celah tebing ini lebih dilihat sebagai aset yang perlu dilestarikan, sehingga menjadi daya tarik wisata Desa Bleberan.
Kehadirannya dilengkapi pula dengan sejumlah goa yang mengelilinginya. Menurut Abdul Hakim, setidaknya terdapat tujuh goa, yaitu Rancang Kencana, Ngledok, Dlingsem, Dilem, Song Ngoya, Tunting, dan Jati Udeng. Hanya saja, yang kemudian benar- benar digarap untuk jadi goa wisata adalah Rancang Kencana. Goa ini bermulut besar, dengan jalan masuk horizontal, sehingga mudah dijelajahi oleh wisatawan umum. Untuk menarik minat wisatawan, sejak enam tahun lalu pihaknya membangunkan tangga masuk ke goa dan tangga turun menuju air terjun.
Pembangunan ini didanai seorang donatur di Jakarta, tetapi kami laksanakan bersama-bersama," tutur dia, beberapa waktu lalu. Ia melanjutkan, sejauh ini dukungan pemerintah daerah setempat untuk mengangkat daerah ini sebagai kawasan wisata memang belum tampak. Meski begitu, antusiasme masyarakat begitu besar menyambut kedatangan wisatawan. (Irma Tambunan)
Sumber : Kompas, 15 Desember 2006
Comments