Cruising Along Bang Pakong

Nothing is beyond a human's will and the wonder of nature. Kiasan menginspirasikan Tourism Authority of Thailand untuk mengembangkan wilayah asri yang kaya budaya, seni dan arsitektur di Propinsi Chachoengsao. Sebuah kawasan wisata di tepi kilau Sungai Bang Pakong yang hening dan damai.

Thailand biasanya selalu identik dengan wisata belanja dan kuliner. Wisatawan, terutama asal Asia, lebih sering merambah Bangkok, dan hanya Bangkok, yang memang bertebaran dengan berbagai pilihan hidangan segar yang pedas-pedas asam maupun alternatif berbelanja, baik bagi yang berkantong tebal maupun para budget traveler. Padahal, Thailand lebih dari itu. Negara kerajaan ini dianugerahi pantai-pantai cantik, gunung-gunung angkuh menghijau, sungai-sungai besar dan panjang, serta keseharian masyarakat yang lekat dengan seni, budaya dan agama. Perjalanan ke Thailand sesungguhnya dapat menyuguhkan pendewasaan diri dan peneguhan hati melalui berbagai tujuan wisata uniknya.

Inilah yang disadari oleh pemerintahnya yang sangat peduli pariwisata. Karenanya, seiring dengan diresmikannya Suvarnabhumi International Airport, bandara internasional terbaru dan terbesar di Asia, Pemerintah Thailand melalui institusi pariwisatanya, Tourism Authority of Thailand, turut mengembangkan semua potensi pariwisata di sekitar bandar udara canggih yang mewah dan super modern tersebut. Propinsi Chachoengsao.

Thailand's Largest Marble Temple

Walaupun namanya mungkin sulit untuk diucapkan oleh lidah Indonesia, tempat ini adalah salah satu 'daftar wajib' di Chachoengsao. Wat Sothon Wararam Woravihan merupakan sebuah kuil megah yang teramat cantik. Berarsitektur khas Thailand dengan anjungan lancip sebagai atapnya, berhias sentuhan emas berkilauan, kuil ini sebenarnya mencerminkan gaya `modern Thai'. Konstruksi atap yang dinamakan mondop style ini memamerkan struktur persegi dengan empat kubah piramid yang bertumpuk, menaungi sebuah ruangan lapang untuk tempat beribadah di dalam kuil seluas 44,5 meter X 123,5 meter ini. Dinding-dinding marmer yang diimpor dari Carrara, Italia, turut menambah kemegahan Wat Sothon Wararam Woravihan, menobatkannya sebagai salah satu kuil terbesar dan terindah di dunia. Kuil ini buka setiap hari dari pukul 08.00 hingga 16.00 waktu setempat.

Lokasi kuil yang berada tepat di tepi Sungai Bang Pakong menjadikannya tempat yang tepat untuk memulai penjelajahan di kawasan Chachoengsao. Setelah puas menikmati keindahan Wat Sothon Wararam Woravihan, Anda tinggal berjalan sedikit ke dermaga kecil di halaman belakangnya untuk bergabung dengan wisatawan lainnya di sebuah kapal kayu yang nyaman. Kursi-kursi tertata rapi di geladak kapal terbuka ini dan para operator wisata dengan sigap menyajikan welcome drink saat Anda memasukinya.

The River of The Dragon

Tak lama, kapal perlahan-lahan meninggalkan dermaga dan mulai mengarungi sungai besar yang meliuk-liuk panjang ini. Karenanya, sungai ini dinamakan Bang Pakong yang artinya the river of the dragon atau sungai sang naga. Siapkan kamera Anda, karena panorama yang tersaji sangat luar biasa. Pemandangan perkotaan dengan Wat Sothon Wararam Woravihan menjulang di tepi kiri sungai dan hutan bakau serta rumah-rumah apung di tepi kanannya. Sangat kontras dan mengagumkan!

Area sebelah kanan sungai ini juga merupakan wilayah perkebunan dan agrikultural yang kaya hasil alam. Penduduk di kawasan ini tinggal dalam sahaja keseharian yang sederhana dalam rumah-rumah kayu yang terapung di atas aliran Sungai Bang Pakong dan hidup dari hasil panen perkebunan mereka maupun dari hasil menangkap ikan dan udang di sungai. Uniknya, meski tetap berkesan sederhana, beberapa rumah dibangun dengan arsitektur Eropa ala masa kolonial, lengkap dengan dermaga kecil di depan rumah dan sebuah perahu kayu terombang-ambing, terikat erat di salah satu kayu penyangganya.

Riverside Dining & Shopping

30 menit kemudian, sebuah perkampungan di atas air nampak di kejauhan. Beberapa rumah makan yang dibangun bagai mengapung di sungai ini mulai dipenuhi pengunjung yang hendak bersantap siang. Inilah Baan Mai Market yang juga merupakan pasar kultural yang sudah berusia lebih dari 100 tahun! Kapal pun menepi di sebuah dermaga, tepat di depan Baan Pa Non Restaurant. Nikmati hidangan udang sungai yang lezat, salad Thailand yang segar dan the famous tom yam goong yang pedas, sebelum melanjutkan perjalanan.

Seusai bersantap, susuri lorong-lorong beraspal dan jalan-jalan setapak sempit dari kayu yang menyajikan pemandangan khas kehidupan tradisional masyarakat pinggir sungai di Thailand. Kunjungi toko-toko dan kios-kios mungil yang Anda temui di perkampungan Baan Mai ini. Jangan ragu pula untuk mencicipi beragam pilihan jajanan, cemilan dan kue-kue yang dijual di sini. Semuanya lezat-lezat!

Didirikan oleh Raja Rama III di tepi Sungai Bang Pakong yang panjangnya 230 km ini, Baan Mai adalah perkampungan yang tertata rapi dan bersih, serta tetap dipertahankan keasliannya. Bahkan, kabarnya tempat ini tidak pernah mengalami perubahan apapun sejak Raja Rama V mengunjunginya di tahun 1907! Pengembangan wilayah ini sebagai atraksi pariwisata yang unik sempat tertunda dan terbengkalai akibat krisis ekonomi dan berbagai bencana lainnya yang melanda Thailand beberapa tahun belakangan ini. Namun sejak tahun 2004, rencana pengembangan diteruskan dan dirampungkan oleh sebuah lembaga yang menamakan dirinya The Baan Mai Conservation Club.

Lucky Chinese Warriors

Jika Anda terus menyusuri lorong-lorong Baan Mai hingga ke sisi jalan raya, Anda juga akan menjumpai sebuah kuil Cina yang penuh legenda. Wat Chin Pracha Samoson atau dikenal pula dengan nama Wat Leng Hok Yi merupakan kuil Buddha dari sekte Mahanikaya yang berisi artefak-artefak khas Negeri Tirai Bambu, yang katanya mampu mengabulkan berbagai permohonan. Contohnya saja tiga patung Buddha yang didirikan berdampingan dipercaya dapat menyembuhkan penyakit bagi para pemohonnya. Lalu ada pula 34 patung dari kertas yang merupakan bukti relasi bilateral Cina dan Thailand di masa lalu, serta memiliki nilai artistik yang sangat tinggi, konon juga bisa memberikan berkah dan keselamatan. Begitu pula patung Chai Seng lea, the Goddess of Luck yang dapat menganugerahkan kesuksesan.

Didirikan oleh Luang Chin Chok Heng, yang juga merupakan pendiri kuil Wat Mangkorn Kamalawat di Bangkok, Wat Chin Pracha Samoson memiliki atap bertingkat tujuh, dengan detil ornamen yang sangat intricate dalam setiap unsur interiornya. Sebelum meninggalkan kuil ini, jangan lupa membunyikan lonceng yang terdapat di suatu sisi pintu utamanya. Ini pun dapat mendatangkan keberuntungan!

Temple of a Thousand Bats

Setelah itu, Sungai Bang Pakong yang legendaris harus ditinggalkan, karena perjalanan akan dilanjutkan dengan bis menuju sebuah kuil lainnya, kali ini di distrik Bang Khla. Wat Pho Bang Khla adalah kuil kuno yang dibangun pada masa kekuasaan Raja Taksin (1762 - 1772) untuk mengenang kawasan yang sempat digunakan sang raja saat berjuang mempertahankan kemerdekaan dari tangan Kerajaan Burma. Namun maksud kunjungan ke kuil ini jauh dari segala niat untuk mengenang perjuangan Raja Taksin, melainkan justru untuk melihat ribuan kelelawar yang bergelantungan di pepohonan lebat di halaman kuil.

Kelelawar pemakan buah-buahan ini (fruit bats) hanya bisa ditemui di halaman kuil Wat Pho Bang Khla. Tak satupun yang memutuskan untuk bergelantungan di pepohonan yang berada di luar kuil. Agaknya mereka cukup cerdik dan tahu bahwa kuil ini menyediakan tempat peristirahatan yang aman dan nyaman. Jika Anda berkunjung di siang hari, tentunya Anda hanya bisa melihat mereka dalam posisi tidur, that is upside down on the trees. Tapi Anda dapat pula berkunjung menjelang sunset untuk menyaksikan mereka terbang mencari makan pada saat matahari terbenam, dalam formasi yang sangat teratur. Mengagumkan!

Nah, Thailand ternyata tak melulu belanja dan jajan. Tak melulu pantai dan panti pijat. Tak melulu hura-hura. Thailand adalah surga wisata alam dan kultural yang sangat kaya dalam aneka ragam budaya tuanya. So the next time you visit Thailand, make sure to cruise along Bang Pakong!

Sumber: Majalah Tamasya

Comments