Bromo; Menjelajah Gunung Suci Masyarakat Tengger

Gunung Bromo (dari bahasa Sansekerta/Jawa Kuno, Brahma, salah seorang Dewa Utama Hindu), merupakan gunung berapi yang masih aktif dan paling terkenal sebagai obyek wisata di Jawa Timur. Sebagai sebuah obyek wisata, gunung Bromo menjadi menarik karena statusnya sebagai gunung berapi yang masih aktif.

Bromo mempunyai ketinggian 2.392 meter di atas permukaan laut itu berada dalam empat wilayah, yakni Kabupaten Probolinggo, Pasuruan, Lumajang, dan Kabupaten Malang. Bentuk tubuh gunung Bromo bertautan antara lembah dan ngarai dengan kaldera atau lautan pasir seluas sekitar 10 kilometer persegi.

Gunung Bromo mempunyai sebuah kawah dengan garis tengah ± 800 meter (utara-selatan) dan ± 600 meter (timur-barat). Sedangkan daerah bahayanya berupa lingkaran dengan jari-jari 4 km dari pusat kawah Bromo. Keberadaan kawasan Bromo Tengger diduga berasal dari letusan dahsyat Gunung Tengger (4.000 m) antara 50.000 sampai 100.000 tahun lalu. Letusan ini menimbulkan kaldera berdiameter 8 km yang dikelilingi tebing berketinggian 200 meter.

Bromo Tengger bisa dicapai dari Surabaya dengan bus antarkota tujuan Probolinggo, Lumajang, atau Jember dari Terminal Purabaya (Bungurasih), Surabaya, ke terminal bus Probolinggo. Perjalanan membutuhkan waktu sekitar 2,5 jam dan diteruskan menuju Cemorolawang sejauh 42 kilometer menggunakan minibus selama 1,5 jam.

Di Cemorolawang bisa beristirahat di losmen atau hotel yang ada. Jika tidak ingin beristirahat, bisa langsung ke Bromo sejauh 2,5 km yang ditempuh sekitar 15 menit dengan jeep unik, 30 menit naik kuda, atau 1,5 jam berjalan kaki. Dini hari merupakan waktu yang tepat mendaki Bromo agar sempat menikmati keindahan matahari terbit di puncaknya.

Perjalanan untuk menuju ke pusat obyek wisata terbilang berat karena medan yang harus ditempuh tak bisa dilalui oleh kendaraan roda 4 biasa, kecuali kita menyewa jip yang disediakan oleh pengelola wisata, jadi wisatawan banyak yang berjalan kaki untuk menuju ke pusat lokasi.

Lautan pasir adalah andalan wisata dari gunung Bromo, di alam pegunungan yang sejuk, kita dapat melihat padang pasir dan rerumputan yang luas. Sedangkan yang paling ditunggu dari gunung bromo adalah sightview ketika matahari terbit dan terbenam karena memang akan kelihatan jelas sekali dan sangat indah. Walaupun perjalanan ke Bromo sangat berdebu, tapi tidak terasa, karena keindahan yang disuguhkan benar-benar luar biasa.

Bagi penduduk Bromo, suku Tengger, gunung Brahma (Bromo) dipercaya sebagai gunung suci. Setahun sekali masyarakat Tengger mengadakan upacara Yadnya Kasada atau Kasodo. Upacara ini bertempat di sebuah pura yang berada di bawah kaki Gunung Bromo utara dan dilanjutkan ke puncak gunung Bromo. Upacara diadakan pada tengah malam hingga dini hari setiap bulan purnama sekitar tanggal 14 atau 15 di bulan Kasodo (kesepuluh) menurut penanggalan Jawa.

Suku Tengger yang berada di sekitar taman nasional merupakan suku asli yang beragama Hindu. Menurut legenda, asal-usul suku tersebut dari Kerajaan Majapahit yang mengasingkan diri. Uniknya, melihat penduduk di sekitar (suku Tengger) tampak tidak ada rasa ketakutan walaupun mengetahui gunung Bromo itu berbahaya, termasuk juga wisatawan yang banyak mengunjungi Taman Nasional Bromo Tengger Semeru pada saat Upacara Kasodo.

Upacara Kasodo diselenggarakan setiap tahun (Desember/Januari) pada bulan purnama. Melalui upacara tersebut, masyarakat suku Tengger memohon panen yang berlimpah atau meminta tolak bala dan kesembuhan atas berbagai penyakit, yaitu dengan cara mempersembahkan sesaji dengan melemparkannya ke kawah gunung Bromo, sementara masyarakat Tengger lainnya harus menuruni tebing kawah dan meraih untuk menangkap sesaji yang dilemparkan ke dalam kawah, sebagai perlambang berkah dari Yang Maha Kuasa.

Kawasan Bromo, Tengger, Semeru akan memberikan kenangan terindah bagi anda saat musim kujungan berlangsung yaitu antara bulan bulan Juni s/d Oktober dan bulan Desember s/d Januari, karena di bulan tersebut masyarakat tengger akan memulai acara-acara ritual mereka yang eksotis dan magis. (rn)

sumber : perempuan.com

Comments