Gerbang melengkung pada kilometer 21 jalan raya Balikpapan-Samarinda itu bertuliskan ”Kawasan Agrowisata Terpadu-Pusat Pendidikan Lingkungan”. Dari dari gerbang itu pulalah, sebuah petualangan menarik ditawarkan oleh Kawasan Konservasi DAS Manggar, Balikpapan, Kalimantan Timur.
Benarlah, ketika penulis bersama beberapa orang mulai menyusuri jalanan pada kawasan tersebut, memang terlihat upaya untuk mempertahankan wilayah tersebut sebagai daerah hijau. Pada kanan dan kirinya hanya ada beberapa rumah warga. Waktu seolah-olah berlalu begitu cepat. Tak terasa beberapa kilometer telah kami lewati.
Ketika berhenti pada suatu titik dalam perjalanan, udara terasa sangat segar. Setelah itu, kami melanjutkan perjalanan. Tujuan kali itu adalah Pusat Informasi Beruang. Ya, tempat yang menyediakan informasi soal beruang paling lengkap di dunia.
Tak lama berselang, sebuah patung beruang madu raksasa pun terlihat di pinggir sebuah kompleks perkantoran yang asri. Patung itu kukuh dan seolah dari bibir ”sang beruang” keluar sapaan, ”Mari, lihatlah aku.”
Kami beruntung datang bukan pada hari libur. Pasalnya, para petugas akan sangat sibuk melayani pelancong. Salah seorang dari mereka bahkan menawarkan diri untuk memandu kami berkeliling di dalam kawasan seluas sekitar 19 hektare tersebut.
Kami segera melangkah menuju Pusat Informasi Beruang. Sekali lagi kami katakan, mungkin saat itu adalah saat keberuntungan kami. Sebab, saat itu, kata sang pemandu, adalah waktu beruang keluar dari sarangnya untuk mencari makan.
Kami berjalan lewat jembatan titian yang membentang mengikuti pagar berlistrik yang membatasi pengunjung dan ekosistem beruang. Dari atas jembatan itu kami bisa menyusuri habitat beruang madu. Tak lama berselang, binatang yang kami tunggu-tunggu itu pun menampakkan diri. Ya, beruang-beruang itu. Ada yang tengah memanjat pohon. Beberapa ekor tengah makan di dekat pagar. Kami menghitung: paling tidak saat itu kami melihat enam beruang yang berkeliaran.
Menakjubkan memang binatang-binatang itu. Kata pemandu, mereka sudah bisa mengenali bahaya. Wajar sekali, tidak ada dari mereka yang menyentuh pagar pembatas yang dialiri listrik itu.
Setelah puas melihat beruang, kami melangkah kembali menyusuri jalan menuju kompleks lainnya. Di suatu tempat, ada sebuah tenda besar. Senang rasanya menuju tempat di mana anak-anak bisa belajar banyak. Memang, selain sebagai tempat wisata yang menarik, di dalam tenda besar itu terdapat berbagai majalah dinding berisi seputar beruang yang ada di dunia, termasuk panda dari China.
Anak-anak yang bersama kami begitu riang di tempat tersebut. Apalagi mereka bisa melihat berbagai patung beruang yang dilengkapi dengan hiasan miniatur habitatnya. Di sana juga terdapat beberapa kuis interaktif yang dapat diketahui jawabannya secara otomatis jika kita salah menjawabnya.
Di salah satu sudut tenda itu, terdapat diorama yang menceritakan kondisi salah satu beruang yang tewas di mangsa ular piton. Ya, terdapat patung beruang yang dililit ular besar. Itu kejadian nyata sekitar 2-3 tahun yang lalu. Foto-foto tentang kejadian itu menjadi bukti peristiwa tersebut. Si ular berhasil ditangkap dan dibedah. Beruang malang itu pun dikeluarkan. Meski dibedah sang ular bisa diselamatkan dan dilepas kembali ke habitatnya. Puas rasanya mendapat informasi tentang beruang di tempat tersebut.
Perjalanan kami belum selesai di tenda tersebut. Masih banyak kompleks menarik yang bisa didatangi. Beberapa tempat bahkan sangat bagus untuk pengunjung anak-anak. Terdapat berbagai atraksi permainan yang bisa memanjakan si kecil. Sebut saja flying fox, taman bermain, dan rumah Dayak besar sebagai tempat peristirahatan pengunjung untuk melepas lelah setelah mengelilingi kompleks edukasi sekaligus kawasan konservasi yang begitu luas tersebut.
Setelah keluar dari kompleks Pusat Informasi beruang, kami pun menuju bagian kawasan lindung lain yang tak kalah menarik. Kami meluncur ke Bendung Manggar. Agak jauh memang jarak tempat konservasi itu dari Pusat Informasi Beruang.
Tanpa membuang waktu, kami begegas menuju ke tempat tersebut. Nuansa kawasan lindung kami lihat sepanjang perjalanan. Ada banyak peringatan yang harus dipatuhi orang yang datang ke kawasan tersebut, yaitu larangan memancing, membuat bubu, atau menjaring ikan.
Kami berhenti di pinggir hutan yang kami rasa paling dekat dengan danau buatan tersebut. Kendaraan yang kami tumpangi juga tidak bisa mendekat, hanya bisa parkir di pinggir jalan danau itu. Ada jalan setapak kecil yang kami lihat di tengah hutan tersebut. Dengan riang, kami mulai menyusurinya. Semakin kami melangkah membelah hutan dan menyusuri jalan itu, semakin jelas terlihat kilauan cahaya yang memantul dari kebiruan permukaan air danau tersebut.
Kami akhirnya sampai juga di tepi danau itu. Pada kanan dan kiri terlihat pohon-pohon yang mengering terendam air. Ratusan pohon sengon yang mengering itu menambah panorama danau nan luas itu semakin eksotis. Terlebih setelah danau itu semakin dekat. Air biru pun menutupi sebagian besar kawasan itu. Yang jelas, berada di lekukan di tengah hutan, pemandangan yang kami jumpai tampak begitu menawan.
Kami pun berhenti untuk menikmati kawasan yang begitu memikat tersebut. Kawasan lindung multifungsi sengaja dibuat juga sebagai cadangan air Kota Balikpapan. Ini bisa jadi pelajaran bagi tempat lain mengenai pentingnya sebuah kawasan hutan lindung.
Batu Elok di Kebun Sayur
Ketika pergi ke suatu tempat, kita pasti tak ingin pulang bertangan hampa. Juga kalau berkunjung ke kota Balikpapan, pasti kita ingin mencari sesuatu yang khas sebagai oleh-oleh. Kami pun begitu.
Pada saat kami berkunjung ke kota itu, kebetulan Kota Balikpapan sedang merayakan Hari Lingkungan Hidup yang mereka pusatkan di Dome. Itu sebutan untuk sebuah bangunan besar berupa lingkaran setengah bola yang sangat menawan hati.
Tanpa ragu kami pun masuk dan berbaur jadi satu dengan para pengunjung Dome. Selain menggelar pameran soal penyelamatan lingkungan, kami juga bisa menjumpai stan-stan khas produk Kalimantan. Beragam produk ada di sana. Kami bisa melihat jajaran stan yang menawarkan penganan khas dan hasil kerajinan lainnya.
Kami mengunjungi stan Pemkot yang dijaga para duta wisata kota tersebut. Dari merekalah kami mendapat informasi lengkap soal kota tersebut. Tentu juga soal kerajinan khas yang bisa kami dapatkan. Ya, kerajinan itu bisa kami peroleh di Pasar Kebun Sayur yang berada di dekat Distrik Muara Rapak.
Kami segera menuju pasar yang dimaksud. Sesampai di pasar itu, betapa kami menjadi betah berlama-lama. Bagaimana tidak? Di sana berjajar berbagai kios yang menyediakan beragam kerajinan khas. Ada tenun Samarinda, kerajinan perak, dan tentu saja batu-batu perhiasan khas Kalimantan.
Banyak toko dengan banyak penawaran membuat kami sedikit bingung. Maklum banyak suvenir yang menarik.
Harganya pun jauh lebih murah jika dibanding dengan batu serupa yang dijual di Pulau Jawa. Meski begitu, sebagai pelancong, tentu tak mungkin semua yang kami sukai harus kami beli, bukan?
Ya, kami memasuki kios demi kios demi mencari perhiasan batu yang paling menarik buat kami. Akhirnya, pada sebuah kios, kami menemukan beberapa untai perhiasan bertabur batu. Di situ, kami juga mendapati hasil kerajinan tenun dan pernik-pernik lain.
Ah, enggan rasanya meninggalkan pasar tersebut. Rasanya seharian waktu yang kami habiskan pun belum cukup. Namun syukurlah, di tangan kami sudah ada beberapa produk khas yang benar-benar memuaskan kami.
Perlu diketahui, mitos setempat mengatakan, siapa pun yang telah meminum air Sungai Mahakam, dia akan kembali dan terus kembali ke Kalimantan. Mungkin ada kebenaran pada ungkapan itu. Tapi mungkin saja bukan karena minum air Sungai Mahakam, tetapi belaian pesona alam Kalimantanlah yang membuat seseorang ingin selalu kembali ke sana.
Sumber: SuaraMerdeka/liburan.info
Foto : moslife.multiply.com/journal
Benarlah, ketika penulis bersama beberapa orang mulai menyusuri jalanan pada kawasan tersebut, memang terlihat upaya untuk mempertahankan wilayah tersebut sebagai daerah hijau. Pada kanan dan kirinya hanya ada beberapa rumah warga. Waktu seolah-olah berlalu begitu cepat. Tak terasa beberapa kilometer telah kami lewati.
Ketika berhenti pada suatu titik dalam perjalanan, udara terasa sangat segar. Setelah itu, kami melanjutkan perjalanan. Tujuan kali itu adalah Pusat Informasi Beruang. Ya, tempat yang menyediakan informasi soal beruang paling lengkap di dunia.
Tak lama berselang, sebuah patung beruang madu raksasa pun terlihat di pinggir sebuah kompleks perkantoran yang asri. Patung itu kukuh dan seolah dari bibir ”sang beruang” keluar sapaan, ”Mari, lihatlah aku.”
Kami beruntung datang bukan pada hari libur. Pasalnya, para petugas akan sangat sibuk melayani pelancong. Salah seorang dari mereka bahkan menawarkan diri untuk memandu kami berkeliling di dalam kawasan seluas sekitar 19 hektare tersebut.
Kami segera melangkah menuju Pusat Informasi Beruang. Sekali lagi kami katakan, mungkin saat itu adalah saat keberuntungan kami. Sebab, saat itu, kata sang pemandu, adalah waktu beruang keluar dari sarangnya untuk mencari makan.
Kami berjalan lewat jembatan titian yang membentang mengikuti pagar berlistrik yang membatasi pengunjung dan ekosistem beruang. Dari atas jembatan itu kami bisa menyusuri habitat beruang madu. Tak lama berselang, binatang yang kami tunggu-tunggu itu pun menampakkan diri. Ya, beruang-beruang itu. Ada yang tengah memanjat pohon. Beberapa ekor tengah makan di dekat pagar. Kami menghitung: paling tidak saat itu kami melihat enam beruang yang berkeliaran.
Menakjubkan memang binatang-binatang itu. Kata pemandu, mereka sudah bisa mengenali bahaya. Wajar sekali, tidak ada dari mereka yang menyentuh pagar pembatas yang dialiri listrik itu.
Setelah puas melihat beruang, kami melangkah kembali menyusuri jalan menuju kompleks lainnya. Di suatu tempat, ada sebuah tenda besar. Senang rasanya menuju tempat di mana anak-anak bisa belajar banyak. Memang, selain sebagai tempat wisata yang menarik, di dalam tenda besar itu terdapat berbagai majalah dinding berisi seputar beruang yang ada di dunia, termasuk panda dari China.
Anak-anak yang bersama kami begitu riang di tempat tersebut. Apalagi mereka bisa melihat berbagai patung beruang yang dilengkapi dengan hiasan miniatur habitatnya. Di sana juga terdapat beberapa kuis interaktif yang dapat diketahui jawabannya secara otomatis jika kita salah menjawabnya.
Di salah satu sudut tenda itu, terdapat diorama yang menceritakan kondisi salah satu beruang yang tewas di mangsa ular piton. Ya, terdapat patung beruang yang dililit ular besar. Itu kejadian nyata sekitar 2-3 tahun yang lalu. Foto-foto tentang kejadian itu menjadi bukti peristiwa tersebut. Si ular berhasil ditangkap dan dibedah. Beruang malang itu pun dikeluarkan. Meski dibedah sang ular bisa diselamatkan dan dilepas kembali ke habitatnya. Puas rasanya mendapat informasi tentang beruang di tempat tersebut.
Perjalanan kami belum selesai di tenda tersebut. Masih banyak kompleks menarik yang bisa didatangi. Beberapa tempat bahkan sangat bagus untuk pengunjung anak-anak. Terdapat berbagai atraksi permainan yang bisa memanjakan si kecil. Sebut saja flying fox, taman bermain, dan rumah Dayak besar sebagai tempat peristirahatan pengunjung untuk melepas lelah setelah mengelilingi kompleks edukasi sekaligus kawasan konservasi yang begitu luas tersebut.
Setelah keluar dari kompleks Pusat Informasi beruang, kami pun menuju bagian kawasan lindung lain yang tak kalah menarik. Kami meluncur ke Bendung Manggar. Agak jauh memang jarak tempat konservasi itu dari Pusat Informasi Beruang.
Tanpa membuang waktu, kami begegas menuju ke tempat tersebut. Nuansa kawasan lindung kami lihat sepanjang perjalanan. Ada banyak peringatan yang harus dipatuhi orang yang datang ke kawasan tersebut, yaitu larangan memancing, membuat bubu, atau menjaring ikan.
Kami berhenti di pinggir hutan yang kami rasa paling dekat dengan danau buatan tersebut. Kendaraan yang kami tumpangi juga tidak bisa mendekat, hanya bisa parkir di pinggir jalan danau itu. Ada jalan setapak kecil yang kami lihat di tengah hutan tersebut. Dengan riang, kami mulai menyusurinya. Semakin kami melangkah membelah hutan dan menyusuri jalan itu, semakin jelas terlihat kilauan cahaya yang memantul dari kebiruan permukaan air danau tersebut.
Kami akhirnya sampai juga di tepi danau itu. Pada kanan dan kiri terlihat pohon-pohon yang mengering terendam air. Ratusan pohon sengon yang mengering itu menambah panorama danau nan luas itu semakin eksotis. Terlebih setelah danau itu semakin dekat. Air biru pun menutupi sebagian besar kawasan itu. Yang jelas, berada di lekukan di tengah hutan, pemandangan yang kami jumpai tampak begitu menawan.
Kami pun berhenti untuk menikmati kawasan yang begitu memikat tersebut. Kawasan lindung multifungsi sengaja dibuat juga sebagai cadangan air Kota Balikpapan. Ini bisa jadi pelajaran bagi tempat lain mengenai pentingnya sebuah kawasan hutan lindung.
Batu Elok di Kebun Sayur
Ketika pergi ke suatu tempat, kita pasti tak ingin pulang bertangan hampa. Juga kalau berkunjung ke kota Balikpapan, pasti kita ingin mencari sesuatu yang khas sebagai oleh-oleh. Kami pun begitu.
Pada saat kami berkunjung ke kota itu, kebetulan Kota Balikpapan sedang merayakan Hari Lingkungan Hidup yang mereka pusatkan di Dome. Itu sebutan untuk sebuah bangunan besar berupa lingkaran setengah bola yang sangat menawan hati.
Tanpa ragu kami pun masuk dan berbaur jadi satu dengan para pengunjung Dome. Selain menggelar pameran soal penyelamatan lingkungan, kami juga bisa menjumpai stan-stan khas produk Kalimantan. Beragam produk ada di sana. Kami bisa melihat jajaran stan yang menawarkan penganan khas dan hasil kerajinan lainnya.
Kami mengunjungi stan Pemkot yang dijaga para duta wisata kota tersebut. Dari merekalah kami mendapat informasi lengkap soal kota tersebut. Tentu juga soal kerajinan khas yang bisa kami dapatkan. Ya, kerajinan itu bisa kami peroleh di Pasar Kebun Sayur yang berada di dekat Distrik Muara Rapak.
Kami segera menuju pasar yang dimaksud. Sesampai di pasar itu, betapa kami menjadi betah berlama-lama. Bagaimana tidak? Di sana berjajar berbagai kios yang menyediakan beragam kerajinan khas. Ada tenun Samarinda, kerajinan perak, dan tentu saja batu-batu perhiasan khas Kalimantan.
Banyak toko dengan banyak penawaran membuat kami sedikit bingung. Maklum banyak suvenir yang menarik.
Harganya pun jauh lebih murah jika dibanding dengan batu serupa yang dijual di Pulau Jawa. Meski begitu, sebagai pelancong, tentu tak mungkin semua yang kami sukai harus kami beli, bukan?
Ya, kami memasuki kios demi kios demi mencari perhiasan batu yang paling menarik buat kami. Akhirnya, pada sebuah kios, kami menemukan beberapa untai perhiasan bertabur batu. Di situ, kami juga mendapati hasil kerajinan tenun dan pernik-pernik lain.
Ah, enggan rasanya meninggalkan pasar tersebut. Rasanya seharian waktu yang kami habiskan pun belum cukup. Namun syukurlah, di tangan kami sudah ada beberapa produk khas yang benar-benar memuaskan kami.
Perlu diketahui, mitos setempat mengatakan, siapa pun yang telah meminum air Sungai Mahakam, dia akan kembali dan terus kembali ke Kalimantan. Mungkin ada kebenaran pada ungkapan itu. Tapi mungkin saja bukan karena minum air Sungai Mahakam, tetapi belaian pesona alam Kalimantanlah yang membuat seseorang ingin selalu kembali ke sana.
Sumber: SuaraMerdeka/liburan.info
Foto : moslife.multiply.com/journal
Comments