Setidaknya menjelang bulan Ramadan dan Syawal nama Tanjung Kodok ramai disebut orang. Di tempat itu para ulama mengintip rukyat guna menentukan datangnya bulan puasa dan hari Lebaran. Kini Tanjung Kodok menjadi makin meriah karena di tempat itu berdiri fasilitas wisata bernama Wisata Bahari Lamongan yang popular disebut WBL.
Ya, sampai empat tahun lalu kawasan Tanjung Kodok masih bisa dibilang senyap. Di jalur Pantai Utara Jawa Timur yang dilalui jalan raya Anyer-Panarukan bikinan Jenderal Daendels di zaman kolonial itu memang terdapat objek wisata Goa Alam Istana Maharani.
Truk-truk bermuatan berat juga berlalu-lalang antara Gresik dan Tuban. Bahkan, meski hanya enam kilometer dari Tanjung Kodok ada makam Sunan Drajat, salah satu dari sembilan wali penyebar agama Islam di Pulau Jawa yang banyak diziarahi, kawasan Tanjung Kodok yang terletak di Kecamatan Paciran, Kabupaten Lamongan, Jawa Timur, itu belum bisa dibilang ramai.
Namun, kini suasananya sudah berbeda. Persis di pinggir laut di seberang Goa Maharani, telah berdiri tembok kokoh menyerupai benteng yang memiliki empat pintu gerbang. Di depan gerbang berdiri restoran dan pertokoan. Di depan restoran dan toko yang menyediakan aneka cendera mata itu pun terhampar halaman parkir yang sangat luas.
Jadi bila kita mengurangi kecepatan kendaraan yang kita kemudikan di atas penggalan jalan raya Anyer-Panarukan - sekitar 20 kilometer dari kota Tuban atau 65 km dari Surabaya, lalu berbelok memasuki halaman parkir--seorang juru parkir sudah akan menyapa, mengucapkan selamat datang sambil mempersilakan masuk. Itulah kawasan Tanjung Kodok yang dalam dua tahun ini sudah disulap menjadi kawasan Wisata Bahari Lamongan (WBL).
Masyarakat Jawa Timur mengenal pula kawasan itu sebagai Jatim Park II karena pengembang kawasan itu sama dengan pengembang kawasan wisata Jatim Park I di kota Batu, Malang.
Rute Sembilan Wali
Kelompok investor yang mengembangkan kawasan wisata Jatim Park I, yaitu Pemda Jawa Timur dan sekelompok pengusaha swasta, rupanya menilai potensi wisata Tanjung Kodok cukup menjanjikan. Letak Lamongan yang berada di persimpangan antara Jawa Timur bagian selatan, bagian timur, dan bagian barat, termasuk Semarang dan Jawa Tengah, dianggap sangat strategis. Pengunjung Goa Maharani dan peziarah Makam Sembilan Wali juga dinilai cukup menunjang.
Seperti kita ketahui, setelah makam para wali di Jawa Tengah, rute wisata ziarah sembilan wali lazimnya akan diteruskan ke makam Sunan Bonang di Tuban, Sunan Drajat di Lamongan, lalu Sunan Giri di Gresik, dan terakhir Sunan Ampel di Surabaya. Dalam perjalanannya dari makam Sunan Bonang ke makam Sunan Giri itulah peziarah bisa istirahat di Tanjung Kodok Beach Resort yang letaknya menyatu dengan WBL, sambil sekaligus berziarah ke makam Sunan Drajat yang cuma berjarak enam kilometer dari tempat itu.
Di Tanjung Kodok Beach Resort yang hingga kini pembangunannya masih terus disempurnakan itu sendiri sudah tersedia aneka paviliun dan vila dengan daya tampung antara tiga hingga delapan orang. Selain peziarah, keluarga yang gemar menikmati perjalanan serta siswa dari berbagai sekolahan juga dinilai merupakan pengunjung potensial kawasan wisata WBL.
"Bagi masyarakat umum, nama Tanjung Kodok sendiri sudah sangat akrab sebagai tempat wisata," imbuh Ali Muchammad, Direktur Utama WBL.
Justru dengan dikembangkannya kawasan WBL itu, menurut Ali Muchammad, masyarakat Jawa Timur kini memiliki tujuan wisata yang lebih lengkap. "Kalau suka pegunungan bisa ke Batu, kalau suka laut bisa datang ke sini," katanya.
Unsur Pendidikan
Mirip Dunia Fantasi di Ancol, Jakarta, kalau dihitung, saat ini sudah terdapat sekitar 34 wahana wisata yang dapat dinikmati di WBL. Wahana tersebut meliputi wahana misteri, semisal Rumah Sakit Hantu, wahana eksplorasi semisal Istana Bawah Laut dan Goa Insektarium, wahana permainan dan ketangkasan semisal menembak, motor-cross, ATV dan space shuttle, panggung hiburan, hingga wahana petualangan seperti playground dan bumi perkemahan.
Perlu waktu setidaknya satu jam untuk sekadar berkeliling tanpa berhenti di kawasan wisata seluas 17 hektar itu. Bila ingin menikmati sebagian fasilitas yang tersedia, kurang lebih dibutuhkan waktu dua sampai tiga jam.
Sebagaimana di Jatim Park I, unsur pendidikan juga terasa kental dalam penataan fasilitas wisata di WBL. Begitu beli karcis masuk seharga Rp 30.000 (hari biasa) atau Rp 40.000 (akhir pekan), dan kemudian melintas ke kiri dari arah gerbang mengikuti tanda petunjuk yang terpasang, pengunjung akan langsung tergiring masuk ke Rumah Kucing. Di tempat ini pengunjung, terutama anak-anak, akan diperkenalkan dengan 64 jenis kucing yang biasa dipelihara dan dilombakan.
"Di antara 250 karyawan, kami punya sejumlah dokter hewan untuk merawat kucing dan kuda," tutur All Chandra, General Manager WBL.
Dokter-dokter itulah yang akan menjelaskan kepada pengunjung tentang latar belakang dan jenis kucing serta kelebihan dan kekurangan yang dimilikinya. Menurut Ali Chandra, di Rumah Kucing itu kadang jugs digelar lomba kucing (kucing show) yang diikuti oleh peserta dari berbagai kota.
Selain kucing, di kawasan itu memang tersedia pula kuda lengkap dengan kandang yang dibentuk sedemikian rupa hingga mirip perkampungan koboi, dan lapangan untuk belajar menunggangi binatang tersebut.
Kemudian setelah Rumah Kucing, bahkan Rumah Sakit Hantu pun menyelipkan unsur pendidikan. Setelah pengunjung berkeliling ke bangsal-bangsal rumah sakit dan dikejutkan oleh gerakan mendadak aneka sosok pasien yang bentuknya menyeramkan, di pintu keluar seorang petugas siap menjelaskan kalau semua yang tampak mengerikan itu hanyalah kombinasi permainan antara motor listrik, efek lampu, dan sensor elektrik.
"Jadi, sosok mayat itu bisa tiba-tiba bergerak kalau sensor yang dipasang membaca ada gerakan," tutur seorang petugas Rumah Sakit Hantu.
Karang Menjorok
Unsur pendidikan itu tetap kental hingga menjelang gerbang keluar. Setelah melewati Kandang Kuda, pengunjung akan sampai ke suatu anjungan yang disebut Anjungan Wali Songo. Di anjungan ini disuguhkan miniatur makam atau mesjid yang didirikan oleh para wali. Latar belakang dan riwayat para penyebar agama Islam tersebut juga bisa dipelajari di tempat itu.
Karena letaknya persis di pinggir laut, dan namanya pun wisata bahari, tentu saja atraksi air menjadi porsi utama di Tanjung Kodok. Selain kolam renang air tawar dan air laut, tersedia setidaknya 11 jenis gerai untuk berbasah-basah ria, mulai dari water-boom hingga arena mancing, bermain speedboat hingga naik kapal pesiar, yang secara keseluruhan tarifnya dimulai dari Rp 5.000 hingga Rp 1.750.000.
Nama Tanjung Kodok sendiri diambil dari karang-karang menjorok yang menyerupai kodok. Di pinggir laut di salah satu sudut kawasan wisata itu masih bisa dijumpai Menara Rukyat, tempat para ulama menentukan tibanya bulan Ramadan dan Idul Fitri. Sejak dulu, pantai berair tenang itu memang menjadi tujuan banyak orang di Jawa Timur untuk melepaskan lelah sambil sekaligus menghimpun kesegaran baru, umumnya setelah mereka mengunjungi Goa Maharani yang terletak di seberangnya.
Kata penduduk setempat, di pantai itu sebagian dari pengunjung biasa melaut dengan menyewa perahu nelayan. Sebagian lainnya memilih duduk-duduk di bawah rindangnya pepohonan. Santai.
Sumber: Senior
Ya, sampai empat tahun lalu kawasan Tanjung Kodok masih bisa dibilang senyap. Di jalur Pantai Utara Jawa Timur yang dilalui jalan raya Anyer-Panarukan bikinan Jenderal Daendels di zaman kolonial itu memang terdapat objek wisata Goa Alam Istana Maharani.
Truk-truk bermuatan berat juga berlalu-lalang antara Gresik dan Tuban. Bahkan, meski hanya enam kilometer dari Tanjung Kodok ada makam Sunan Drajat, salah satu dari sembilan wali penyebar agama Islam di Pulau Jawa yang banyak diziarahi, kawasan Tanjung Kodok yang terletak di Kecamatan Paciran, Kabupaten Lamongan, Jawa Timur, itu belum bisa dibilang ramai.
Namun, kini suasananya sudah berbeda. Persis di pinggir laut di seberang Goa Maharani, telah berdiri tembok kokoh menyerupai benteng yang memiliki empat pintu gerbang. Di depan gerbang berdiri restoran dan pertokoan. Di depan restoran dan toko yang menyediakan aneka cendera mata itu pun terhampar halaman parkir yang sangat luas.
Jadi bila kita mengurangi kecepatan kendaraan yang kita kemudikan di atas penggalan jalan raya Anyer-Panarukan - sekitar 20 kilometer dari kota Tuban atau 65 km dari Surabaya, lalu berbelok memasuki halaman parkir--seorang juru parkir sudah akan menyapa, mengucapkan selamat datang sambil mempersilakan masuk. Itulah kawasan Tanjung Kodok yang dalam dua tahun ini sudah disulap menjadi kawasan Wisata Bahari Lamongan (WBL).
Masyarakat Jawa Timur mengenal pula kawasan itu sebagai Jatim Park II karena pengembang kawasan itu sama dengan pengembang kawasan wisata Jatim Park I di kota Batu, Malang.
Rute Sembilan Wali
Kelompok investor yang mengembangkan kawasan wisata Jatim Park I, yaitu Pemda Jawa Timur dan sekelompok pengusaha swasta, rupanya menilai potensi wisata Tanjung Kodok cukup menjanjikan. Letak Lamongan yang berada di persimpangan antara Jawa Timur bagian selatan, bagian timur, dan bagian barat, termasuk Semarang dan Jawa Tengah, dianggap sangat strategis. Pengunjung Goa Maharani dan peziarah Makam Sembilan Wali juga dinilai cukup menunjang.
Seperti kita ketahui, setelah makam para wali di Jawa Tengah, rute wisata ziarah sembilan wali lazimnya akan diteruskan ke makam Sunan Bonang di Tuban, Sunan Drajat di Lamongan, lalu Sunan Giri di Gresik, dan terakhir Sunan Ampel di Surabaya. Dalam perjalanannya dari makam Sunan Bonang ke makam Sunan Giri itulah peziarah bisa istirahat di Tanjung Kodok Beach Resort yang letaknya menyatu dengan WBL, sambil sekaligus berziarah ke makam Sunan Drajat yang cuma berjarak enam kilometer dari tempat itu.
Di Tanjung Kodok Beach Resort yang hingga kini pembangunannya masih terus disempurnakan itu sendiri sudah tersedia aneka paviliun dan vila dengan daya tampung antara tiga hingga delapan orang. Selain peziarah, keluarga yang gemar menikmati perjalanan serta siswa dari berbagai sekolahan juga dinilai merupakan pengunjung potensial kawasan wisata WBL.
"Bagi masyarakat umum, nama Tanjung Kodok sendiri sudah sangat akrab sebagai tempat wisata," imbuh Ali Muchammad, Direktur Utama WBL.
Justru dengan dikembangkannya kawasan WBL itu, menurut Ali Muchammad, masyarakat Jawa Timur kini memiliki tujuan wisata yang lebih lengkap. "Kalau suka pegunungan bisa ke Batu, kalau suka laut bisa datang ke sini," katanya.
Unsur Pendidikan
Mirip Dunia Fantasi di Ancol, Jakarta, kalau dihitung, saat ini sudah terdapat sekitar 34 wahana wisata yang dapat dinikmati di WBL. Wahana tersebut meliputi wahana misteri, semisal Rumah Sakit Hantu, wahana eksplorasi semisal Istana Bawah Laut dan Goa Insektarium, wahana permainan dan ketangkasan semisal menembak, motor-cross, ATV dan space shuttle, panggung hiburan, hingga wahana petualangan seperti playground dan bumi perkemahan.
Perlu waktu setidaknya satu jam untuk sekadar berkeliling tanpa berhenti di kawasan wisata seluas 17 hektar itu. Bila ingin menikmati sebagian fasilitas yang tersedia, kurang lebih dibutuhkan waktu dua sampai tiga jam.
Sebagaimana di Jatim Park I, unsur pendidikan juga terasa kental dalam penataan fasilitas wisata di WBL. Begitu beli karcis masuk seharga Rp 30.000 (hari biasa) atau Rp 40.000 (akhir pekan), dan kemudian melintas ke kiri dari arah gerbang mengikuti tanda petunjuk yang terpasang, pengunjung akan langsung tergiring masuk ke Rumah Kucing. Di tempat ini pengunjung, terutama anak-anak, akan diperkenalkan dengan 64 jenis kucing yang biasa dipelihara dan dilombakan.
"Di antara 250 karyawan, kami punya sejumlah dokter hewan untuk merawat kucing dan kuda," tutur All Chandra, General Manager WBL.
Dokter-dokter itulah yang akan menjelaskan kepada pengunjung tentang latar belakang dan jenis kucing serta kelebihan dan kekurangan yang dimilikinya. Menurut Ali Chandra, di Rumah Kucing itu kadang jugs digelar lomba kucing (kucing show) yang diikuti oleh peserta dari berbagai kota.
Selain kucing, di kawasan itu memang tersedia pula kuda lengkap dengan kandang yang dibentuk sedemikian rupa hingga mirip perkampungan koboi, dan lapangan untuk belajar menunggangi binatang tersebut.
Kemudian setelah Rumah Kucing, bahkan Rumah Sakit Hantu pun menyelipkan unsur pendidikan. Setelah pengunjung berkeliling ke bangsal-bangsal rumah sakit dan dikejutkan oleh gerakan mendadak aneka sosok pasien yang bentuknya menyeramkan, di pintu keluar seorang petugas siap menjelaskan kalau semua yang tampak mengerikan itu hanyalah kombinasi permainan antara motor listrik, efek lampu, dan sensor elektrik.
"Jadi, sosok mayat itu bisa tiba-tiba bergerak kalau sensor yang dipasang membaca ada gerakan," tutur seorang petugas Rumah Sakit Hantu.
Karang Menjorok
Unsur pendidikan itu tetap kental hingga menjelang gerbang keluar. Setelah melewati Kandang Kuda, pengunjung akan sampai ke suatu anjungan yang disebut Anjungan Wali Songo. Di anjungan ini disuguhkan miniatur makam atau mesjid yang didirikan oleh para wali. Latar belakang dan riwayat para penyebar agama Islam tersebut juga bisa dipelajari di tempat itu.
Karena letaknya persis di pinggir laut, dan namanya pun wisata bahari, tentu saja atraksi air menjadi porsi utama di Tanjung Kodok. Selain kolam renang air tawar dan air laut, tersedia setidaknya 11 jenis gerai untuk berbasah-basah ria, mulai dari water-boom hingga arena mancing, bermain speedboat hingga naik kapal pesiar, yang secara keseluruhan tarifnya dimulai dari Rp 5.000 hingga Rp 1.750.000.
Nama Tanjung Kodok sendiri diambil dari karang-karang menjorok yang menyerupai kodok. Di pinggir laut di salah satu sudut kawasan wisata itu masih bisa dijumpai Menara Rukyat, tempat para ulama menentukan tibanya bulan Ramadan dan Idul Fitri. Sejak dulu, pantai berair tenang itu memang menjadi tujuan banyak orang di Jawa Timur untuk melepaskan lelah sambil sekaligus menghimpun kesegaran baru, umumnya setelah mereka mengunjungi Goa Maharani yang terletak di seberangnya.
Kata penduduk setempat, di pantai itu sebagian dari pengunjung biasa melaut dengan menyewa perahu nelayan. Sebagian lainnya memilih duduk-duduk di bawah rindangnya pepohonan. Santai.
Sumber: Senior
Comments