P. Siberut, Mentawai; Nikmati Eksotisme Primata Siberut

Seperti sebuah salam kenal, seekor monyet hitam berhidung pesek berekor seperti ekor babi itu bertengger di ketinggian pohon, memandang tajam ke arah para pelancong. Pohon itu persis di depan salah satu pondok berdinding papan stasiun riset primata Mentawai di hutan Paleonan, Siberut Utara, Kepulauan Mentawai, Sumatera Barat Sesaat kemudian, Simakobu, demikian nama lokal monyet endemik Mentawai itu, bergegas lari menuju rerimbunan pohon di balik pondok dan Menghilang.

Hutan Paleonan merupakan salah satu lokasi terbaik untuk melihat populasi keempat jenis monyet endemik di habitat aslinya. Di sana, populasinya relatif banyak dan belum terusik keserakahan manusia. Tentu saja selain di kawasan Taman Nasional Siberut (TNS).

Meskipun begitu, tak mudah bagi para pelancong berlama–lama mengamati aktivitas keempatnya. Bahkan, lolongan bilou yang umumnya terdengar setiap pagi hari pun tak juga membangunkan kami. Maklum, hujan menjadi keseharian di Paleonan. Seperti manusia, primata pun enggan muncul menunggu cuaca bersahabat.

Jika hujan turun, aktivitas yang seharusnya bisa kita lakukan terpaksa dihentikan, sambil menunggu hujan reda kita bisa bersantai di pondok utama stasiun riset Proyek Konservasi Siberut (SCP). Waktu diisi mengobrol, berdiskusi, membaca, minum teh/kopi, atau bermain catur. Sesekali kita bisa menggunakan binokular atau monokular untuk mengamati burung. SCP dikelola Pusat Primata Universitas Gottingen, Jerman, menggandeng Institut Pertanian Bogor (IPB).

Bagi peselancar, pantai barat Siberut adalah tantangan yang patut ditaklukan. Kebudayaan penduduk asli Mentawai juga menjadi atraksi wisata. Pada bulan–bulan tertentu, para peselancar atau penyelam asing menyewa kapal pesiar dari Padang atau Australia. Kapal–kapal mewah itu sekaligus menjadi hotel terapung yang siap memuaskan hati para penyewanya.

Pulau Siberut berjarak 120 mil laut dari Kota Padang, terpisah Selat Mentawai. Dua kapal motor (KM) dan satu kapal cepat Mentawai Ekspres berbagi jadwal melayani rute Siberut–Padang PP setiap pekannya.

Bagi Anda yang cukup waktu menyesuaikan jadwal keberangkatan kapal cepat sekaligus tidak ingin berlama–lama membelah selat, Mentawai Ekspres adalah satu–satunya pilihan. Berkursi empuk, empat jam perjalanan, dan berpendingin udara. Tentu tarifnya lebih mahal dari kapal motor.

Menggunakan kapal motor, tarif Rp 80.000 per orang berarti tidur di geladak, sedangkan tarif Rp 100.000 dapat tempat tidur di bilik berkapasitas 4–5 tempat tidur di lantai atas kapal. Jangan tanyakan gerahnya. Di geladak bawah, para penumpang berbagi tempat dengan muatan kapal mulai dari aneka penganan warung, sayur–mayur, bahan pokok, hingga sepeda motor.

Untuk membunuh sepi, penumpang kapal motor dapat menonton televisi di lantai atas kapal, mengobrol di buritan, atau tidur. Tak sedikit yang membentuk lingkaran, berjudi. Jangan lupa pula menyiapkan buku bacaan, minyak angin, atau tablet antimabok.

Bagi Anda yang melewati rute Muara Siberut–Muara Sikabaluan atau sebaliknya, pemandangan menarik menanti. Beberapa kelompok lumba–lumba berenang bebas sambil memunculkan punggungnya.

Pulau Siberut memang menyimpan potensi alam, budaya, dan ekonomi luar biasa. Sayangnya, semua itu belum tergali secara cerdas. Keberadaannya justru kian terancam. Salah satu ancaman terbesarnya adalah eksploitasi hutan dalam skala besar.

Padahal, hutan adalah akar segala eksotisme Siberut, sekaligus jantung dan napas masyarakat asli Mentawai. Eksotisme primata endemik hanyalah secuil pesan pentingnya menjaga alam Siberut tetap lestari. (rn)

sumber : perempuan.com

Comments