Ho Chi Minh; Kota Perang yang Jadi Kenangan

Tidak banyak dari kita yang pernah berkunjung ke Vietnam dan mengenal negeri yang baru selesai berperang tahun 1975 ini. Pengetahuan kita tentang negara Paman Ho itu mungkin sebatas dari film-film Perang Vietnam buatan Hollywood yang dibintangi Chuck Norris atau Silvester Stalone.

Membayangkan memasuki negara yang berpaham sosialisme itu pun rasanya seram. Namun bayangan itu buyar, ketika melihat ruang-ruang bandara yang rapi, bersih dan sejuk..

Dalam perjalanan menuju ke kota, terlihat bahwa jalan-jalan relatif bersih, di sana-sini masih terpasang tanda-tanda bekas SEA Games. Bahkan menjelang Natal, ketika itu, pemerintah kota menempatkan rak-rak berbentuk pohon cemara berisikan pot-pot tanaman hias. Pemandangan yang sungguh indah dan menarik, apalagi jika mengingat kota itu baru keluar perang 25 tahun lalu.

Kota Ho Chi Minh sangat padat penduduknya berjumlah sekitar 6 juta jiwa. Berjalan-jalan di kota ini yang terasa justru aroma kapitalis. Bayangkan saja, iklan-iklan luar ruang yang besar-besar tampak di sepanjang jalan yang mempromosikan segala hal—mulai dari produk konsumsi seperti bir hingga propaganda negara.

Bangsa Vietnam dijajah oleh bangsa Prancis mulai 1867 sampai 1957. Saigon menjadi ibu kota wilayah pendudukan Prancis yang meliputi wilayah Laos, Kamboja dan Vietnam pada abad ke-19. Kota Saigon dibangun seperti model kota-kota di Prancis. Ciri-ciri itu masih tampak sampai kini seperti boulevard yang lebar, bangunan-bangunan berarsitektur Prancis, penduduk yang mayoritas Katolik. Bahkan di pinggir-pinggir jalan banyak pedagang kaki lima yang menjajakan iced coffee yang sedap. Sungai Saigon yang membelah kota juga memberi nuansa yang menambah keindahan kota ini.

Selain menjual pemandangan alamnya yang indah, pemerintah Vietnam menawarkan wisata perang kepada turis. Dua objek utamanya adalah Terowongan Cu Chi di Provinsi Cu Chi, yang berjarak sekitar 60 km utara kota Ho Chi Minh, dan War Remnant Museum di kota.

Terowongan Cu Chi memang salah satu tujuan wisata yang ingin dikunjungi banyak orang untuk menyaksikan bukti-bukti kegigihan kaum komunis Vietnam melawan pasukan asing, terutama semasa Prancis, semasa perang kemerdekaan dan pasukan AS saat menginvasi negara ini.
Memasuki Provinsi Cu Chi, yang terasa adalah suasana pedesaan yang damai dan teduh.

Berbeda benar dengan suasana Ho Chi Minh City yang sibuk dan ingar-bingar. Tak tampak jejak yang menunjukkan wilayah ini sebagai kawasan pertempuran yang paling habis-habisan dibombardir pasukan AS semasa Perang Vietnam. Tidak seperti Ho Chi Minh City, di sini tidak banyak terlihat bangunan tua di kanan-kiri jalan. Rumah-rumah umumnya masih berumur relatif muda. Demikian pula dengan tumbuhan yang ada. Tidak tampak pepohonan dengan diameter besar seperti di daerah lain.

Menurut penuturan Phi, seorang tour leader yang menolak menyebut nama lengkapnya, kawasan ini pada masa puncak perang rata dengan tanah akibat pengeboman tiada henti. Bahkan, pepohonan yang ada semua merangas habis entah akibat kena bom, napalm atau mati akibat disiram agen oranye yang begitu beracun dan mematikan.

Namun kisah terowongan di Cu Chi bukanlah diawali pada Perang Vietnam. Terowongan itu sudah dibangun oleh rakyat setempat sebagai bentuk perlawanan terhadap penjajahan Prancis. Ketika itu, pihak kolonial mengembangkan perkebunan karet di wilayah itu. Sebagai tenaga kerjanya, para pengelola kebun memakai kaum laki-laki dari perkampungan sekitar untuk bekerja paksa.

Inilah yang akhirnya membangkitkan perlawanan rakyat Vietnam dan kebencian terhadap Prancis. Akhirnya, sambil melakukan perlawanan, penduduk membangun terowongan-terowongan di dekat rumah mereka untuk bersembunyi bila tentara Prancis datang untuk mencari kaum pria. Terowongan bawah tanah inilah yang akhirnya membuat kolonialisme Prancis diakhiri.

Di hutan tempat wisata perang ini, kita pertama-tama akan dibawa menuju ruang diorama yang menggambarkan bagaimana bentuk terowongan bawah tanah yang panjangnya sekitar 200 kilometer, saling terkait dan mampu menampung 10.000 orang itu.

Jika sempat, berkelilinglah di kawasan hutan untuk menyaksikan terowongan, bangkai tank, diorama yang menggambarkan aktivitas para gerilyawan, seperti bengkel senjata, dapur, rumah sakit, ranjau-ranjau, dan lain-lain. Semuanya berada di bawah tanah. Bahkan kami sempat menjajal masuk ke terowongan sepanjang 40 meter, yang sudah diperbesar, dengan penerangan lampu.

Sebagai sebuah tempat wisata, Terowongan Cu Chi memang patut menjadi tujuan. Kita akan mendapati suasana romantisme perang di situ, tanpa sadar bahwa di lokasi tersebut puluhan ribu orang terbantai dalam pertempuran. (rn)

sumber : perempuan.com

Comments