Bagi masyarakat pedalaman Talang Mamak, Riau, setiap momen kehidupan memiliki arti penting. Hampir semuanya selalu “dirayakan” dalam sebuah upacara ritual. Masyarakat pedalaman Talak Mamak memiliki adat istiadat turun temurun yang disebut Langkah Lama. Hal ini ditunjang eksistensi Kepala Adat mereka, Patih Laman. Tak cukup itu, nenek moyang Talang Mamak memiliki pepatah "biar mati anak, asal jangan mati adat". Jumlah warga yang tak sampai 10.000 jiwa tak menghalangi mereka mewariskan/mangajarkan dan mengamalkan adat mereka dari generasi ke generasi. Tampaknya mereka tak hanya solid dalam menjalankan tradisi leluhur mereka, tetapi juga dalam menjalani roda kehidupan sehari-hari yang hanya bergantung pada sumber alam yang terdapat di TN Bukit Tigapuluh.
Dalam pandangan hidup Talang Mamak, sumber daya alam harus dikelola secara adat. Hutan tak dipandang sebagai uang, tetapi tempat bersemayamnya nenek moyang mereka, juga dewa-dewa mereka yang dapat mengatur kehidupan, sistem kepercayaan dan sistem adat.
Hutan mereka bagi dalam tiga kawasan: hutan lindung/keramat (tak boleh sembarangan ditebang sekalipun oleh warganya sendiri), pemukiman dan perladangan. Mereka hanya memanfaatkan hutan lindung dengan memanfaatkan akar-akar tumbuhan sebagai obat, juga daun-daun maupun air dari dalam kayu. Kayu-kayu bekas pun mereka kreasikan menjadi aneka kerajinan/perabotan. Salah satunya adalah Tepak, tempat sirih khas Suku Talang Mamak. Pentingnya menghargai hutan dan tanah ulayat diamanatkan nenek moyang Talak Mamak kepada keturunannya, dalam sebuah pepatah, "langit diaku bapak, bumi diaku ibu", sehingga menjual tanah adat adalah durhaka.
Kegiatan budaya yang digelar dengan permainan dan seni tradisi dikalangan Suku Talang Mamak disebut Begawai. Ritual Begawai ada bermacam-macam, karena itulah ada begawai yang digunakan untuk merayakan atau menyemarakkan upacara-upacara adat perkawinan, upacara bulean (pengobatan), juga begawai untuk mengungkapkan rasa syukur atas keberuntungan. Ada pula begawai untuk mengekspresikan kesedihan atas malapetaka yang menimpa.
Bagi masyarakat Talang Mamak di Kebatinan Talang Gedabu, Kecamatan Kelayang. Jika ada warga yang meninggal dunia dan keluarga/ahli warisnya memiliki cukup banyak uang, maka warga yang meninggal tersebut akan dibangunkan makam yang disebut Makam Tiang Pusing. Makam ini terdiri dari lima tingkat, dengan Balai Pusing, Tiang Tunggal disertai hiasan tradisional.
Ketika membangun makam tersebut, bakal digelar upacara pemakaman yang disebut acara Naik Tambak Tiang Pusing. Upacara tersebut setelah 40 hari jenazah dimakamkan. Setelah bangunan (tambak) didirikan di pemakaman, di lokasi pemakaman diadakan beberapa acara seperti mengadu ayam sabung, meratap (meratapi makam), meng-asap sesajian di balai dan mengelilingi Balai Tiang Pusing dengan mantra dan sastra lisan serta bunyi-bunyian.
Jika ada warga khususnya anak-anak Talang Mamak yang sakit, misalnya kerasukan roh ataupun terjangkit wabah suatu penyakit, maka diadakan acara pengobatan Balai Terbang, yang dipimpin oleh dua orang dukun yang menari, menjunjung balai terbang guna menjinakkan dan mengusir roh jahat yang mengganggu.
Begawai juga digelar pada Bulean (acara tolak bala), Betimbang Adat (melanggar adat), membuang sumbang, mematikan tanah, mengamankan binatang buas yang mengamuk, mengangkat Kumantan yang baru, dan mengobati bermacam penyakit massal. Bagi masyarakat Talang Mamak, Bulean dipimpin seorang dukun besar yang disebut Kumantan. Ia memimpin acara bulean satu malam suntuk. Pada kesempatan itu para gadis Talang Mamak mengikuti irama musik sakral. Dari Upacara Bulean ini, lahirlah seni pertunjukan Tari Rentak Bulean.
Bagi kalangan mampu di Suku Talang Mamak, mereka akan merayakan pernikahan putra-putri mereka dengan menggelar Begawai yang sangat meriah. Namanya Begawai Tiang Gelanggang. Ini adalah begawai besar yang dirayakan selama tujuh hari tujuh malam, dengan kegiatan adat bernuansa sakral. Sebelum bujang dan gadis dinikahkan lebih dulu digelar upacara Tiang Gelanggang Ditegakkan, diiringi rekan-rekannya menari, pasangan yang akan menikah diharuskan pula Meniti Batang.
Kegiatan tersebut tampak semarak, namun tetap terkesan sederhana. Seperti keseharian para warga Suku Talang Mamak yang hidup penuh kesederhanaan dan kesahajaan.
Talang Mamak adalah salah satu suku yang tinggal di pedalaman Kecamatan Seberida dan Pasir Penyu, tepatnya di kawasan Taman Nasional Bukit Tigapuluh Kabupaten Indragiri Hulu, Provinsi Riau.
Obyek lain yang dapat dilihat antara lain Baju Bersyahadat dan Pedang Perantas tanda kebesaran Patih Suku Talang Mamak di Desa Talang Durian Cacar. Ada juga Makam Suku Talang Mamak yang dibuat berbentuk Nisan dari kayu dan disusun menyerupai atap. Potensi wisata budaya ini terletak di Kecamatan Seberida dan Kecamatan Kelayang.
Sumber: Majalah Travel Club
Dalam pandangan hidup Talang Mamak, sumber daya alam harus dikelola secara adat. Hutan tak dipandang sebagai uang, tetapi tempat bersemayamnya nenek moyang mereka, juga dewa-dewa mereka yang dapat mengatur kehidupan, sistem kepercayaan dan sistem adat.
Hutan mereka bagi dalam tiga kawasan: hutan lindung/keramat (tak boleh sembarangan ditebang sekalipun oleh warganya sendiri), pemukiman dan perladangan. Mereka hanya memanfaatkan hutan lindung dengan memanfaatkan akar-akar tumbuhan sebagai obat, juga daun-daun maupun air dari dalam kayu. Kayu-kayu bekas pun mereka kreasikan menjadi aneka kerajinan/perabotan. Salah satunya adalah Tepak, tempat sirih khas Suku Talang Mamak. Pentingnya menghargai hutan dan tanah ulayat diamanatkan nenek moyang Talak Mamak kepada keturunannya, dalam sebuah pepatah, "langit diaku bapak, bumi diaku ibu", sehingga menjual tanah adat adalah durhaka.
Kegiatan budaya yang digelar dengan permainan dan seni tradisi dikalangan Suku Talang Mamak disebut Begawai. Ritual Begawai ada bermacam-macam, karena itulah ada begawai yang digunakan untuk merayakan atau menyemarakkan upacara-upacara adat perkawinan, upacara bulean (pengobatan), juga begawai untuk mengungkapkan rasa syukur atas keberuntungan. Ada pula begawai untuk mengekspresikan kesedihan atas malapetaka yang menimpa.
Bagi masyarakat Talang Mamak di Kebatinan Talang Gedabu, Kecamatan Kelayang. Jika ada warga yang meninggal dunia dan keluarga/ahli warisnya memiliki cukup banyak uang, maka warga yang meninggal tersebut akan dibangunkan makam yang disebut Makam Tiang Pusing. Makam ini terdiri dari lima tingkat, dengan Balai Pusing, Tiang Tunggal disertai hiasan tradisional.
Ketika membangun makam tersebut, bakal digelar upacara pemakaman yang disebut acara Naik Tambak Tiang Pusing. Upacara tersebut setelah 40 hari jenazah dimakamkan. Setelah bangunan (tambak) didirikan di pemakaman, di lokasi pemakaman diadakan beberapa acara seperti mengadu ayam sabung, meratap (meratapi makam), meng-asap sesajian di balai dan mengelilingi Balai Tiang Pusing dengan mantra dan sastra lisan serta bunyi-bunyian.
Jika ada warga khususnya anak-anak Talang Mamak yang sakit, misalnya kerasukan roh ataupun terjangkit wabah suatu penyakit, maka diadakan acara pengobatan Balai Terbang, yang dipimpin oleh dua orang dukun yang menari, menjunjung balai terbang guna menjinakkan dan mengusir roh jahat yang mengganggu.
Begawai juga digelar pada Bulean (acara tolak bala), Betimbang Adat (melanggar adat), membuang sumbang, mematikan tanah, mengamankan binatang buas yang mengamuk, mengangkat Kumantan yang baru, dan mengobati bermacam penyakit massal. Bagi masyarakat Talang Mamak, Bulean dipimpin seorang dukun besar yang disebut Kumantan. Ia memimpin acara bulean satu malam suntuk. Pada kesempatan itu para gadis Talang Mamak mengikuti irama musik sakral. Dari Upacara Bulean ini, lahirlah seni pertunjukan Tari Rentak Bulean.
Bagi kalangan mampu di Suku Talang Mamak, mereka akan merayakan pernikahan putra-putri mereka dengan menggelar Begawai yang sangat meriah. Namanya Begawai Tiang Gelanggang. Ini adalah begawai besar yang dirayakan selama tujuh hari tujuh malam, dengan kegiatan adat bernuansa sakral. Sebelum bujang dan gadis dinikahkan lebih dulu digelar upacara Tiang Gelanggang Ditegakkan, diiringi rekan-rekannya menari, pasangan yang akan menikah diharuskan pula Meniti Batang.
Kegiatan tersebut tampak semarak, namun tetap terkesan sederhana. Seperti keseharian para warga Suku Talang Mamak yang hidup penuh kesederhanaan dan kesahajaan.
Talang Mamak adalah salah satu suku yang tinggal di pedalaman Kecamatan Seberida dan Pasir Penyu, tepatnya di kawasan Taman Nasional Bukit Tigapuluh Kabupaten Indragiri Hulu, Provinsi Riau.
Obyek lain yang dapat dilihat antara lain Baju Bersyahadat dan Pedang Perantas tanda kebesaran Patih Suku Talang Mamak di Desa Talang Durian Cacar. Ada juga Makam Suku Talang Mamak yang dibuat berbentuk Nisan dari kayu dan disusun menyerupai atap. Potensi wisata budaya ini terletak di Kecamatan Seberida dan Kecamatan Kelayang.
Sumber: Majalah Travel Club
Comments