Arca Dwarapala

Arca DwarapalaSitus Dwarapala terletak di sebelah barat situs Candi Singosari. Situs ituberbentuk dua arca dwarapala yang dibuat dari batu monolitik dengan ketinggian 3,70 m. Keberadaan dua arca dwarapala itu menunjukkan bahwa lokasi itu pada masa lalu merupakan pintu gerbang dari kerajaan Singosari, sebab fungsi arca dwarapala di masa lalu memang sebagai simbol dari penjaga pintu atau pintu gerbang.
Nama dwarapala sendiri dipungut dari bahasa Sansekerta yang bermakna penjaga pintu atau pengawal pintu gerbang. Sekalipun keberadaan dua arca dwarapala menunjuk pada kemungkinan pintu gerbangkerajaan di masa lalu, namun hinga saat ini belum dilakukan rekonstruksi untuk mengetahui dimanakah letak istana Singosari secara tepat apakah disebelah barat atau timur Dwarapala karena situs bangunan istana Singosari sampai sekarang belum diketahui letaknya.

Jika kita bertolak dari ajaran Saiva terutama yang berkaitan dengan keberadaan dua arca dwarapala atau penjaga gerbang, maka kita dapat menimpulkan bahwa dua arca dwarapala itu sebenarnya berada disebelah barat istana Singosari. Sebab dala ajaran Saiva ditetapkan bahwa Siva bersemayam dipuncak Kailasa yang digambarkan dalam wujud lingga.

Arca DwarapalaPada pintu gerbang sebelah timur terdapat penjaga utama yakni Ganesha atau Ganapati. Pada pintu gerbang utara terdapat penjaga utama yakni Bhattari Gori. Pada pintu gerbang selatan terdapat penjaga utama yakni Rsi Agastya. Sedang pada pintu gerbang barat terdapat dua penjaga yakni Kala dan Amungkala. dengan demikian dua arca dwarapala yang dianggap sebagai penjaga pintu gerbang Singosari dapat disimpulkan sebagai penggambaran tokoh penjaga pintu gerbang sebelah barat Siva yakni Kala dan Amungkala, dimana kalau kesimpulan ini benar maka letak istana Singosari berada di sebelah timur dua arca tersebut.

Secara sepintas kedua arca tersebut nampak sama sehingga boleh dikatakan sebagai raksasa kembar. Hanya sikap tangan dari keduanya yang berbeda. Arca Dwarapala yang berada diseltan, tangan kiri berada diatas lutut kiri. Sedangkan tangan kanan memegang gada yang ditelungkupkan ke bawah. Arca Dwarapala yang berada di utara, tangan kiri memegang gada yang ditelungkupkan, sedangkan tangan kanan bersifat "memperingatkan" dengan jari-jari tengah dan telunjuk diacungkan keatas, sedangkan tiga jari lainnya dirapatkan di telapak tangan.

Atibut yang dikenakan pada kedua arca tersebut bernuansa seram dan kekerasan. Kepalanya memakai hiasan semacam ikat kepala yang dihias dengan hiasan Kapala atau tengkorak-tengkora. Kedua telinga memakai anting-anting berbentuk tengkorak yang dikombinasi dengan untaian manik-manik.

Arca DwarapalaAnting-anting ini bernama Kapala Kundala. Hiasan kelat bahu disebut Sarpa Keyura yaitu kelat bahu yang berupa seekor ular. Hiasan gelang disebut Bhujangga Valaya yang merupakan gelang dari ular juga. Hiasan tali yang melingkar dibahu dan menjuntai ke perut disebut Yajnopavita yaitu tali kasta yang berupa seekor ular besar . Diatas perutnya memakai hiasan ikat pinggang yang disebut Udarabandha. Pada lehernya memakai kalung dari untaian tengkorak pula yang disebut Kapala Hara. Pada kedua kakinya juga memakai gelang binggel dari ular.

Gelang demikian disebut Bhujangga Nupura. Kedua arca raksasa ini membawa gada yang pangkalnya berbentuk Wajra. Wajra adalah lambang petir yang mempunyai kekuatan dahsyat. Bentuk gada dari masing-masing raksasa itu jika diperhatikan secara seksama ada sedikit perbedaan.

Bagian bawah arca raksasa memakai kain sarung yang dibagian alat vitalnya dihias dengan motif tengkorak. Banyaknya hiasan-hiasan motif tengkorak yang mendominasi atribut-atribut arca Dwarapala tersebut menunjukkan suatu ciri dari langgam atau gaya kesenian jaman kerajaan Singasari yang berdaskan agama Siva Budha aliran Tantra.

Arca DwarapalaLetak kedua arca tersebut berada disisi kiri dan kanan jalan utama desa Candirenggo yang membujur dari timur ke barat.Arca raksasa yang sebelah kiri (selatan) berada diatas pedestal buatan yang dibuat sekitar tahun 1982 sewaktu arca tersebut diangkat dari kondisinya yang tenggelam sebatas perut menghadap utara.

Terdapat cerita unik seputar proses pengangkatan arca yang tersebut, dua buah traktor yang diperkirakan mampu mengangkatnya ternyata "kewalahan" ditandai dengan melengkungnya tuas besi pengangkatnya. Akhirnya dari "wangsit" yang diterima oleh salah seorang pekerja, bahwa arca tersebut baru bisa diangkat bila kedua matanya ditutup dengan kain hitam dan menggunakan tiga batang pohon kelapa sebagai tiang penyangganya. Setelah dilakukan upacara ritual dan sesuai dengan petunjuk wangsit tersebut, barulah arca tersebut bisa diangkat dan dipindahkan.

Penulis : Silhouette
Lokasi : Candirenggo, Singosari, Malang
Fotografer : Silhouette
Sumber : Navigasi.net

Comments