Wonosobo, Jateng; Nikmati Eksotisme Alam Pegunungan

Wonosobo memang identik dengan Dataran Tiggi Dieng. Namun sesungguhnya "kepemilikan" Wonosobo terhadap dataran tinggi di Jawa tengah itu hanyalah "secuil" atau 20 persen saja. Selebihnya, secara administratif kawasan itu "dikuasai" Kabupaten Banjarnegara. Hanya saja, secara geografis Wonosobo benar-benar sangat diuntungkan. Sebab untuk memasuki kawasan dataran tinggi Dieng jalan terbaik satu-satunya harus melalui kota pegunungan tadi. Sehingga tidak mengherankan bila Wonosobo sangat identik dengan dataran tinggi Dieng.

Lantaran letak Wonosobo yang dikelilingi perbukitan dan gunung-gunung, tanpa dataran tinggi Dieng pun, Wonosobo sangat menarik untuk dikunjungi. Hampir sepanjang hari angin dingin bertiup dari puncak Gunung Sindoro-Sumbing. Terkadang kabut menyelimuti hampir seluruh bagian kota dan hamparan perbukitan yang melingkari kota kecil itu. Ratusan andong, yang merupakan bagian dari dinamika kehidupan kota dingin yang berada di punggung pegunungan Dieng dan Perahu itu, menjadi pemandangan khas Wonosobo. Besarnya jumlah kendaraan tradisional di kota itu melahirkan sebutan "Kota Dokar" bagi daerah ini.

Ketika matahari mulai terbenam, puluhan pedagang jagung bakar nampak berderet di sudut-sudut kota. Juga pedagang mie "ongklok", makanan khas daerah pegunungan ini. Mereka berdagang sore hari di sela-sela arsitektur perkotaan bergaya Eropa. Daerah yang berada di ketinggian 727 meter dari permukaan laut (dpl) ini menyimpan keindahan alam yang layak menjadi tempat untuk sekadar melepas lelah. Kawasan wisata Lembah Dieng misalnya, adalah sebuah site attraction yang sangat mempesona.

Dalam perjalanan menuju dataran tinggi Dieng, khususnya pada pagi hari, wisatawan dapat menyaksikan matahari terbit dengan cahaya keemasan (golden sunrise) yang menyembul di celah-celah perbukitan yang menghampar luas. Sebelum sampai gardu pandang, wisatawan terlebih dahulu bisa mampir di kawasan Agrowisata Tambi.

Kawasan ini terhampar luas di lereng Gunung Sindoro dengan ketinggian antara 1.200 meter hingga 2.000 meter di atas permukaan laut. Suhu udara rata-rata minimal 15 derajat Celsius dan maksimal mencapai 24 derajat Celsius. Desa Tambi yang merupakan kawasan agrowisata seluas 829 hektar tadi dilengkapi cottage, lapangan tennis, kolam pemancingan, tamam bermain, kebun, dan pabrik teh.

Selain itu, Wonosobo memiliki pemandian Kalianget, Telaga Menjer, Waduk Wadaslintang, Air Terjun Sikarim, Sendang Surodilogo, dan sebuah medan arung jeram. Ini semua masih ditambah lagi dengan atraksi pemandangan alam sepanjang perjalanan antara Temanggung-Wonosobo, dan Banjarnegara-Wonosobo.

Di balik keindahan alam yang begitu mempesona itu, Wonosobo juga menyimpan beragam budaya masyarakat setempat. Selain upacara potong gombak, Wonosobo memiliki tradisi Suran (menyambut datangnya bulan Muharam) yang tidak dimiliki daerah lain, yakni Pesta Tenong. Pesta rakyat setiap menjelang dan selama bulan Muharam ini memiliki makna yang cukup dalam bagi masyarakat Wonosobo.

Secara essensial, Pesta Tenong Wonosobo sebenarnya tidak berbeda dengan upacara-upacara menyambut bulan Muharam di tempat lain. Hanya saja, dalam kemasannya, upacara "tenongan" di daerah pegunungan ini secara estetis terkesan lebih kaya dan lebih menggambarkan sebuah kultur budaya perdesaan. Tidak jarang pesta ini didukung oleh maraknya pesta seni, seperti Lengger, 'Emblek' (kudalumping khas Wonosobo), Angguk, maupun kesenian lainnya.

Pesta itu jadi lebih terkesan sebagai sebuah 'porto folio' keutuhan tata pergaulan masyarakat perdesaan yang masih begitu kaya toleransi, gotong royong, dan penuh dengan keindahan. Pesta itu seperti menunjukkan bahwa di tengah-tengah kerasnya kehidupan di perdesaan, di tengah-tengah pergulatan melawan kemiskinan dan keterbelakangan, masih ada satu sisi kehidupan yang memiliki makna, yakni sebuah upacara ritual dan seni.

Juga ada "Baritan", yaitu upacara selamatan hewan yang biasa diselenggarakan seusai musim panen. Jalannya upacara diawali dengan berkumpulnya hewan, seperti lembu dan kambing, milik penduduk. Kemudian dilanjutkan dengan sebuah prosesi simbolis sebagai ucapan rasa terimakasih penduduk kepada hewan-hewan peliharaan mereka yang telah banyak membantu dalam bekerja. Upacara ditutup dengan karnaval hewan berhias. Tradisi semacam ini bisa disaksikan hampir di semua desa di Kecamatan Kejajar.

Bila datang ke Wonosobo, Anda sebaiknya jangan pula melewatkan untuk singgah di Sembungan, Kejajar, yang merupakan desa tertinggi di daerah ini. Udara dingin desa yang berjarak 32 km dari kota Wonosobo dan 6 km dari Dieng ini mampu mengigilkan badan. Untuk mengatasi suhu udara antara 10 hingga 14 derajat Celisius itu, Anda jangan lupa pula menyiapkan baju hangat.

Wisata alam yang dimiliki kota ini pun sungguh memikat. Di antaranya Bukit Pakuwaja, Dari puncak Pakuwaja, bukit yang memiliki ketinggian sekitar 1.000 meter dari permukaan laut, wisatawan dapat menyaksikan dua buah telaga kering yang tak pernah basah oleh guyuran air. Kedua telaga kering itu diperkirakan merupakan tanah vulkanis, sehingga guyuran air hujan sebaganyak apa pun akan langsung mengering karena hawa panas.

Selain itu anda juga bisa menikmati air terjun Sipendok, Sikarim, dan Telaga Cebong. Keempat obyek wisata ini memiliki keindahan dan keunikan yang berbeda. Telaga Cebong berada di tengah perbukitan yang terdiri bukit Pakuwaja, Si Kunir, Prambanan, dan bukit Seroja. Perbukitan itu melingkar terkesan seperti sebuah benteng raksasa yang begitu kokoh di antara tanah datar pemukiman penduduk. (rn)

sumber : perempuan.com

Comments