Mereguk Damai di Chiang Rai

Lupakan Bangkok yang hiruk pikuk dan tengok sisi lain Thailand dari sebuah kota kuno di ujung utara Negeri Gajah Putih. Tanpa bermaksud menjanjikan sesuatu, mungkin inilah kedamaian yang Anda cari-cari selama berada di sana. Terletak sekitar 829 km dari Bangkok, Chiang Rai bisa ditempuh dengan penerbangan domestik selama 1 jam 30 menit. Kota berhawa sejuk ini merupakan pusat Kerajaan Lanna yang pertama. Lanna sendiri memiliki arti "Negeri yang bertabur ribuan sawah". Kini, wilayah kerajaan kuno itu menjelma menjadi delapan provinsi yang bertanah subur di Thailand, yaitu Chiang Rai, Chiang Mai, Phayao, Phrae, Nan, Lamphun, Lampang, dan Mae Hong Song.

Bercokol pada ketinggian 580 meter di atas permukaan laut, Chiang Rai hampir selalu diselimuti kabut. Makanya, jangan lupa menjejali kopor dengan sweater atau pashmina. Angin gunung yang bertiup tanpa jadwal, tak pernah gagal membuat tubuh menggigil. Bahkan di siang hari!

Bila hari beranjak gelap dan udara semakin dingin, tak butuh lama bagi Chiang Rai untuk seketika menjadi kota mati. Jalan-jalan sepi. Toko-toko tutup. Pintu-pintu rumah terkunci rapat. Tak tampak turis berlalu lalang, kecuali di wilayah pasar malamnya yang pada hari biasa tutup pukul 22.00 waktu setempat. Ciri khas barang yang dijual di pasar malam di Thailand Utara, merupakan hasil karya suku-suku pedalaman yang hidup di perbukitan di sekitar wilayah tersebut. Walau tak sebesar pasar malam di Bangkok, namun pasar malam di Chiang Rai yang disesaki kain bordir etnik warna-warni dan berbagai kerajinan serta aksesori, tetap tak mengurangi semangat untuk tawar-menawar.

Usai berbelanja, di bagian belakang pasar malam ada sebuah area khusus yang menjual aneka jajan pasar. Mulai dari kue-kue ringan, jus buah yang diperas langsung, hingga salad pepaya muda segar, ketan mangga, phad Thai, beragam barbecue seafood segar, sosis dan aneka bakso goreng yang kontan membuat liur menetes. Thailand memang the capital of street food dan pasar malam adalah tempat yang tepat untuk mencicipi berbagai jajanan lokal lezat yang murah meriah.

Berdiri di Bekas Ladang Opium

Chiang Rai adalah sebuah titik untuk memulai petualangan menyusuri wilayah Segitiga Emas - Thailand, Laos, dan Myanmar - yang di masa lalu merupakan pusat perdagangan opium. Bahkan, sejarah mencatat bahwa Golden Triangle merupakan asal muasal lebih dari separuh peredaran ilegal heroin dunia, maupun akar dari segala tindak kriminal di Asia, Afrika, Eropa, dan Amerika. Hal ini karena di wilayah itu tumbuh berjuta juta hektar ladang bunga opium yang cantik namun berefek mematikan.

Wilayah yang disebut-sebut sebagai Golden Triangle, kini merupakan sebuah landmark perbatasan antara Thailand, Myanmar, dan Laos yang dibelah oleh Sungai Mekong dan terletak sekitar 8 km di utara kota Chiang Saen. Di sini dibangun sebuah gerbang, tempat para turis bisa berfoto bersama anak-anak menggemaskan yang berpakaian etnik pedalaman di sekitar Segitiga Emas.

Tak jauh dari situ, terdapat sebuah kuil dengan patung Buddha emas raksasa yang bertengger dengan agungnya. Bila Anda ingin menyusuri Sungai Mekong, bisa menyewa kapal dari Chiang Saen menuju Golden Triangle. Kurang lebih sekitar 30 menit lamanya, lalu menuju Chiang Kong selama 1 jam.

Untuk mengenang romantika dan segala huru-hara yang terjadi gara-gara opium, lengkapi pengalaman Anda di Segitiga Emas dengan berkunjung ke Hall of Opium. Inilah salah satu hasil Proyek Pengembangan Doi Tung, sebuah proyek yang diprakarsai ibunda Raja Bhumibol untuk merehabilitasi hutan bekas ladang opium dan kehidupan masyarakat di utara Thailand dari ketergantungan terhadap opium.

Terletak sekitar 10 km utara Chiang Saen di Propinsi Chiang Rai, Hall of Opium merupakan museum tentang sejarah opium dan berbagai pengaruh perdagangan ilegal obat bius. Namun, museum megah yang dikelilingi danau teratai ini tidak menggurui. Dilengkapi teknologi multimedia dan patung-patung berukuran manusia yang kadang membuat bulu kuduk meremang, pengunjung bagai diajak berkelana dari masa ke masa, ketika masyarakat dunia begitu terobsesinya dengan opium.

Swiss Pindah ke Thailand

Ibunda Raja Bhumibol yang bergelar Mae Fah Luang (The Mother of Big Ski) adalah sosok yang dicintai rakyat Thailand. Ibu Suri yang berperawakan mungil itu, memiliki wibawa dan wajah yang tak pernah lepas dari senyum hangat. Untuk mengenang jasa-jasa beliau, rumah peristirahatannya di puncak Gunung Doi Tung yang subur dan berudara sejuk, diabadikan untuk museum.

Berhubung dalam jangka waktu lama sempat menetap di Swiss, maka rumah peristirahatan Ibu Suri pun mengadaptasi arsitektur Swiss yang dipadukan dengan arsitektur Lanna. Chalet berlantai dua, sengaja tak dibangun terlalu mewah karena Ibu Suri memang bergaya hidup sederhana. Berkunjung ke vila di puncak gunung tersebut, mata Anda akan dibuai oleh hamparan hijaunya bukit dan gunung serta pot-pot bunga yang didominasi warna merah. lbu Suri memang tergila-gila dengan warna merah. Tak heran bila beliau seering terlihat mengenakan baju merah dalam berbagai foto.

Salah satu titik paling menarik di vila itu adalah langit-langit kayu yang berukir posisi bintang dan planet pada tanggal 21 Oktober 1900, yaitu hari kelahiran Ibu Suri. Rasanya memang betah untuk berlama-lama di Vila Doi Tung yang asri ini. Makanya, alokasikan waktu seharian penuh untuk berkunjung ke istana peristirahatan ini, karena tak jauh dari sana, terhampar Taman Mae Fah Luang yang menakjubkan. Sebagian dari wilayah taman itu ternyata bekas ladang opium. Bunga-bunga yang ditanam pun sengaja disesuaikan dengan musim, sehingga bunga yang bermekaran akan berbeda setiap kali musim berganti.

Kecantikan alam Chiang Rai tak henti membuat lidah kelu kehilangan kata-kata. Dinginnya hawa wilayah utara Thailand ini tak kalah menyejukkan jiwa. Senyum hangat bertebaran di setiap langkah. Semua itu cukup menjadi alasan untuk jauh-jauh melancong ke Chiang Rai.

Sumber: Majalah Tamasya

Comments