Candi Muaro Jambi


Jambi layak dinobatkan sebagai kota �sejuta ruko�. Tengoklah kesana, semua sudut kota, sejak dari jalan utama hingga masuk kedalam jalan kecil, tampak ruko berdiri. Bentuknya aneka rupa, tidak teratur dan asal-asalan saja. Anehnya, jika sampai di hotel, jangan harap ada brosur wisata belanja. Pertumbuhan ruko tidak ada kaitannya sama sekali dengan wisata belanja jika kita bandingkan dengan Orchad Road di Singapura. Paling banter, bagi yang gemar belanja, khusunya para ibu ibu tersedia keramik didekat pasar tua Angsoduo. Berbagai jenis keramik asal Batam dipasarkan disini. Lainnya tidak ada.

Betul, memang tidak ada obyek wisata andalan Jambi. Wisata urban yang layak dijagokan disini memang tidak ada. Dahi saya sampai berkerut membuat rencana akhir pekan jalan-jalan santai ketempat wisata disini. Tidak ada brosur, tidak ada keterangan apapun. Payah betul Pemda setempat

Sampai satu waktu, seorang teman mengajak pergi ke situs candi tua, namanya �Candi Muaro Jambi�. Ayolah, kenapa tidak? Daripada akhir pekan ini cuma bengong dikamar, maka saya menyiapkan ransel dan bekal.

Perjalanan kesana lumayan jauh, sekitar 40km arah Timur kota, rutenya melengkung memotong sungai terlebar ditanah air, sungai Batanghari. Dari dalam kota meluncur kearah jembatan terpanjang disini, jembatan Aur Duri menuju kekecamatan Marosebo. Mobil kijang teman meluncur dengan kecepatan biasa dijalan yang tidak padat. Sepanjang jalan, melewati semak dan hutan sekunder, dan area yang kosong melompong. Beberapa desa kecil dilalui dengan lama perjalanan 1 jam. Saya pikir, benar-benar payah, bagaimana mengharapkan turis datang kemari jika lokasi sejauh ini tidak tersedia angkutan umum regular yang memadai? Ini terlihat ketika masuk diwilayah Marosebo (tempat dimana candi berdiri), hanya satu dua kami berpapasan dengan mobil, dan beberapa belas sepeda motor.

Situs candi ini berdiri diareal seluas 155.269,58 ha terletak di Desa Danaulamo, Kecamatan Marosebo. Keberadaan Situs Muaro Jambi mulai terungkap tahun 1820 silam. Berawal dari kedatangan seorang perwira Inggris SC Crook yang mendapat laporan dari penduduk tentang adanya peninggalan kuno di Desa Danaulamo. Menurut Pusat Arkeologi Nas, sedikitnya ada 72 situs sejarah yang terdapat disini, membentang dari barat ketimur sejauh 7.5 kilometer di Tepian Sungai Batang Hari, dengan luas lebih kurang 12 kilometer persegi. Sebuah area sebaran yang fantastis dan luas, gumam saya dalam hati.

Berbebeda dengan beberapa candi yang dijumpai di Jawa, candi disini terbuat dari batubata merah yang ditumpuk membentuk bangunan candi, beberapa ditumpuk membentuk stupa seperti yang layak dijumpai dibeberapa candi budha lainnya. Saya tenggelam dalam keasikan meperhatikan bagaimana batubata ini ditumpuk dan membandingkan ukuran batubata jaman dahulu dan batubata dirumah saya di Jakarta. Tampaknya memang batubata ini lebih lebar dan tebal dibanding batubata modern. Kekerasan tanah liat bakar ini juga lebih baik sehingga terasa lebih kokoh. Namun begitu, tidak semuanya candi bisa dilihat keutuhannya, ada beberapa candi yang masih dalam kondisi rusak berat. Karena itu dilokasi ini hanya sembilan candi dan satu Talaga Rajo yang lokasinya tersebar antara desa ini hingga ke Kemingking Dalam.

Pada komplek percandian Muaro Jambi terdapat:

  • Musium Situs, merupakan gedung koleksi tempat menyimpan temuan purbakala atau situs.
  • Arca Prajnaparamita, Arca dalam wujud dewi ini digambarkan dalam dharma-canramudra, yaitu sikap tangan sedang memutus roda dharma.
  • Belanga, merupakan wadah logam dengan berat 160 kg serta tinggi 0,67 meter dengan lingkar bibir berdiameter 1,06 meter.
  • Candi Gumpung, Candi Tinggi, Candi Kembar batu, Candi Kotomahligai, Candi Astano, Candi Gedang 1 dan Candi Gedang 2, Candi kedaton.
  • Kolam Telago Rajo Terletak di depan candi Gumpung atau sebelah Timur museum situs. Kolam ini berukuran 100 x 120 m yang selalu tergenang air dengan kedalaman 2-3 m dari permukaan tanah.
Sumber : www.navigasi.net

Comments