Arung Jeram Batang Langkup

Pengantar Redaksi : Pertengahan Agustus, Mapala Universitas Indonesia (UI) bekerja sama dengan Sinar Harapan menggelar ekspedisi arung jeram menyusuri sebagian Batang (Sungai) Langkup, 120 km arah barat daya Ibu Kota Kabupaten Merangin, Bangko, Jambi, yang berlangsung 8 - 16 Agustus 2005. Berikut laporan wartawan SH dalam tiga seri.

JAMBI — Sungai Langkup berhulu di daerah Gunung Masurai. Badan sungai menjulur dingin dari ketinggian 1.200 meter di atas permukaan laut, menuju barat laut dan membentuk muaranya di Kota Muko-muko, Bengkulu. Penelusuran menggunakan perahu karet dimulai dari anak Sungai Langkup, yang bernama Sungai Mantenang. Desa Pulau Tengah, yang berada di badan Sungai Mantenang, dipilih sebagai titik awal perjalanan. Terus menelusur ke arah barat, hingga menjumpai badan Batang Langkup. Perjalanan kemudian diteruskan dengan menelusuri Batang Langkup, yang terapit celah sempit Bukit Barisan. Ekspedisi dianggap selesai saat badan perahu menyentuh kitaran Desa Rantau Kermas, yang jauhnya 13,5 km.

Sinyal HP mulai meredup, saat ban-ban mobil angkutan melintasi celah pegunungan di barat Provinsi Jambi. Deretan pegunungan itu serupa benteng. Menjulur-julur, tinggi rendah, memberikan aroma Bukit Barisan yang terkenal itu. Berkelebat-kelebat panorama menghiasi mata. Sekejap tampak gunung Nillo membentang gagah di bagian kanan jalan. Dibarengi dengan angkuhnya Masurai, di bagian kiri. Bagai pintu gerbang saja layaknya, dua deret pegunungan di kiri kanan jalan ini. Hendro Bakti, koordinator perjalanan ini, masih saja terkagum-kagum dengan pemandangan yang disuguhkan. Padahal jalan aspal rusak yang dijalani, seperti tanpa batas di depan kami. Enam jam perjalanan yang ditempuh, tampaknya tak membuat lelah laki-laki yang masih kuliah di jurusan Fisika MIPA UI itu. Seringainya tetap menghias, meskipun telah terkatung-katung di bagian atap angkutan serupa minibus. Tugasnya yang berat, karena harus mensukseskan berjalannya ekspedisi ini, seperti hilang tanpa bekas. Berganti dengan derai decak kagum, seperti juga yang diungkapkan oleh Nana dan Rosyda, para perempuan yang juga tergoda naik ke atap mobil.

Mobil terus saja melewati gerbang gunung, menembus hutan, dan mengganti pemandangan dengan warna kemerahan. Usut punya usut, warna kemerahan yang menghiasi ujung-ujung pohon tinggi itu, ternyata deretan pucuk pepohonan kayu manis. Merah pucuk kayu manis itu, kemudian bergantian berselang-seling dengan perkebunan kentang dan kumpulan rumah yang tampak membeku.

Suhu udara memang sudah terasa dingin. Tak terbayang bagaimana kami di sungai nanti. Sebab di atas daratannya sudah serupa dengan dinginnya Puncak, Jawa Barat. Sekarang sebagian besar anggota tim ekspedisi menuju Desa Pulau Tengah, yang berada 120 km dari Kota Bangko. Menurut beberapa keterangan, hampir selama delapan jam kami harus menempuh perjalanan ke desa tersebut, yang berada di Kecamatan Jangkat.

Sebelumnya, hampir dua malam tim menempuh perjalanan dari Depok, Jawa Barat, menuju Bangko pada 6 Agustus. Tim pendahuluan telah berjalan dua hari sebelumnya. Membawa sebuah mobil yang berisi peralatan pengarungan, dan segala macam tetek bengek perlengkapan ekspedisi. Dan direncanakan bertemu di Desa Pulau Tengah, tanggal 8 Agustus, setelah selesai mengurus rupa-rupa perijinan. Rencananya akan ada tim terakhir yang menyusul tanggal 12 Agustus. Membawa sisa perlengkapan, yang mungkin belum sempat terbawa.

Hingga kisaran pukul 16.00, barulah ban mobil menembus Desa Pulau Tengah. Sekejap sempat kami tercengang, lantaran indahnya alam di hadapan kami. Sungai Mantenang tampak menjulur tenang, membelah lembah Desa Pulau Tengah. Dibatasi dengan persawahan, dengan warna hijau menghampar. Rumah-rumah penduduk tampak rapih berjejer di batas jalan.Ditingkahi dengan warna biru lazuardi langit yang menantang. Biru itu kemudian mengingatkan pada tujuan ekspedisi ini.

Sebuah percobaan pengarungan sungai dengan menggunakan perahu karet, yang hingga riset kami terakhir belum pernah ada yang mencoba sebelumnya di sungai tersebut. Perjalanan ini sudah selayaknya menjadi berharga dengan nilai-nilai itu. Karena berarti tim ini tak ubahnya bak para penjelajah baru. Yang serupa niat mulia dengan beberapa pendahulu mereka, pada perjalanan sebelumnya. Untuk mencari sebuah kemungkinan baru, dengan kemampuan yang dipunya.

Oleh : Handry/Sulung Prasetyo

Di copy dari mapalaui.info

Comments